Urgensi Penguatan Aturan Kripto dalam Perlindungan Konsumen
Utama

Urgensi Penguatan Aturan Kripto dalam Perlindungan Konsumen

Penguatan perlindungan konsumen tersebut perlu dilakukan mengingat terdapat potensi tinggi dari aset kripto. Pada aspek ekonomi, aset kripto dapat menjadi instrumen investasi, perdagangan, pembukaan lapangan kerja.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Seminar Nasional dan Buka Puasa Bersama IKA FH Usakti  bertema 'Telaah Perundang-undangan dalam Rangka Perlindungan Konsumen Aset Kripto di Indonesia, Kamis (6/4/2023). Foto: Jan
Seminar Nasional dan Buka Puasa Bersama IKA FH Usakti bertema 'Telaah Perundang-undangan dalam Rangka Perlindungan Konsumen Aset Kripto di Indonesia, Kamis (6/4/2023). Foto: Jan

Transaksi uang kripto semakin menjamur di masyarakat saat ini dengan berbagai nama, seperti Bitcoin, Ethereum, Dogecoin dan sebagainya. Kehadiran mata uang kripto tersebut menjadi polemik publik, khususnya mengenai penggunaannya sebagai alat pembayaran sama halnya dengan mata uang. Sebagai aset investasi, mata uang kripto juga bersifat fluktuatif, sehingga risiko kerugian investor tinggi. Selain itu, isu pelanggaran hukum seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU), penipuan, pencurian serta peretasan juga membayangi mata uang kripto.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Ketua Umum Perhimpunan Konsultan Hukum Aset Kripto Indonesia (PKHAI) Januardo Sihombing, mengatakan kerugian yang dialami konsumen sering kali dianggap sebagai risiko dari aktivitas perdagangan aset kripto. Untuk meminimalisir hal ini, kehadiran komite aset kripto yang terdiri dari unsur Bappebti, Kementerian dan Lembaga terkait, Bursa Berjangka yang menyelenggarakan Pasar Fisik Aset Kripto, Lembaga Kliring Berjangka yang menyelenggarakan Pasar Fisik Aset Kripto, asosiasi di bidang aset kripto, akademisi, praktisi, dan asosiasi terkait sangat dibutuhkan.

“Guna memberikan pertimbangan dan atau nasihat kepada Bappebti sehubungan dengan kegiatan pembinaan dan pengembangan Pasar Fisik Aset Kripto, sehingga timbul peningkatan terhadap rasa aman dan nyaman bagi konsumen dalam melakukan perdagangan aset kripto di Indonesia,” ujar Januardo dalam Seminar Nasional dan Buka Puasa Bersama IKA FH Usakti bertema “Telaah Perundang-undangan dalam Rangka Perlindungan Konsumen Aset Kripto di Indonesia” pada Kamis (6/4/2023) kemarin.

Baca Juga:

Janurdo menuturkan penguatan perlindungan konsumen tersebut perlu dilakukan mengingat terdapat potensi tinggi dari aset kripto. Pada aspek ekonomi, aset kripto dapat menjadi instrumen investasi, perdagangan, pembukaan lapangan kerja. Kemudian, teknologi dalam aset kripto juga menciptakan efesiensi dan transparansi. Pada aspek hukum, aset kripto juga meningkatkan khazanah pengetahuan hukum dan penerapan smart contract.

Dia menjelaskan aset kripto juga dimungkinkan dapat dijaminkan, tapi hanya sebagai agunan tambahan mengingat sangat berisiko karena nilainya fluktuatif. Menurutnya, aset kripto memenuhi unsur kebendaan sesuai dengan Pasal 499 KUHPerdata. Namun, lembaga eksekusinya belum diatur secara khusus, sehingga belum bisa diterima resmi oleh perbankan.

Dengan kehadiran, UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) juga mengamanatkan pengawasan aset kripto dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasal 6 ayat (1) huruf e UU 4/2023 menjelaskan OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) serta aset keuangan digital dan aset kripto.

Sementara Penjelasan Pasal 312 UU 4/2023 menerangkan peralihan tugas pengaturan dan pengawasan otoritas sektor keuangan mencakup kepada OJK untuk komoditi yang termasuk instrumen keuangan yang dijadikan subjek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya yang terkait dengan Derivatif Pasar Modal dan aset keuangan digital termasuk aset kripto. Dengan demikian, tugas pengaturan dan pengawasan terhadap aset kripto telah beralih dari Bappebti kepada OJK. Periode peralihan 2 tahun, saat ini masih dalam tahapan rancangan peraturan pemerintah.

Di tempat yang sama, perwakilan dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Mabes Polri Kompol Andika menegaskan kripto tidak dapat diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Hanya rupiah yang diakui sebagai alat pembayaran baik berbentuk koin, kertas, dan  digital (transfer).

“Meskipun demikian, keberadaan cryptocurrency tetap diakui keberadaannya bukan sebagai alat pembayaran melainkan sebagai komoditas,” kata Andika.

Dia merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyebutkan, “Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah”. Kemudian, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan ketentuan terkait legalitas  penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran di Indonesia. Selanjutnya, BI menyatakan tidak bertanggung jawab atas segala risiko yang disebabkan oleh penggunaan atau kepemilikan cryptocurrency.

Perwira menengah polisi itu menerangkan mata uang kripto sering dideskripsikan sebagai mata uang virtual atau mata uang digital dimana tidak memiliki bentuk fisik, berbeda dengan mata uang fiat. Mata uang kripto dapat ditransaksikan untuk melakukan jual-beli suatu barang tanpa perantara bank, sehinga mengurangi rantai transaksi, serta bersifat peer to peer (P2P) dimana sistemnya bekerja tanpa administrator tunggal.

Mekanisme kerja blockchain berawal dari setiap transaksi yang dilakukan oleh seseorang akan tercatat dalam sebuah buku kecil milik masing-masing pengguna atau disebut block. Dalam block, akan tercantum tiga informasi dasar mengenai transaksi yaitu siapa pengirim, siapa penerima, dan jumlah bitcoin yang ditransaksikan.

Dalam setiap transaksi, setiap pengguna (user) akan mendapat dua kunci yaitu kunci pribadi (private key) dan kunci publik (public key). Kunci pribadi bertujuan untuk menuliskan catatan transaksi yang dilakukan oleh seseorang atau pihak pertama dalam block personal, sementara kunci publik digunakan oleh pihak kedua serta seluruh pengguna untuk mencatat transaksi tersebut. Dalam transaksi tersebut, pihak kedua juga akan mendapat  kunci pribadi yang akan menuliskan transaksi di blocknya.

Dengan skema blockchain, setiap block akan memverifikasi informasi yang tercatat di dirinya dengan block lain mengenai transaksi yang baru saja dilakukan. Apabila verifikasi berhasil, ransaksi tersebut akan tercatat  dalam setiap block yang ada dalam jaringan sehingga itu disebut blockchain.

Hal ini berbeda dengan sistem transaksi saat ini yang mengisyaratkan bank sentral dari suatu negara akan mencatat setiap nominal uang yang dikeluarkan dan juga merekam setiap transaksi yang terjadi jika melewati yurisdiksi suatu negara. Pada dasarnya, blockchain memuat informasi mengenai seluruh transaksi bitcoin yang pernah terjadi.

Sistem kerja blockchain ini diklaim oleh para penggunanya membuat bitcoin nyaris tidak bisa dipalsukan karena transaksi hanya bisa diotorisasi apabila terverifikasi oleh seluruh block milik pengguna bitcoin. Sistem blockchain secara otomatis akan menolak apabila ada satu bitcoin yang hendak ditransaksikan secara berulang.

Tags:

Berita Terkait