Urgensi Pembentukan RUU Energi Baru Terbarukan Dipertanyakan
Berita

Urgensi Pembentukan RUU Energi Baru Terbarukan Dipertanyakan

Belum terbitnya PP Energi Baru Terbarukan sebagaimana diamanatkan dalam UU Energi menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Beberapa permasalahan yang dijabarkan dalam naskah akademik dan dijadikan alasan dalam penyusunan RUU EBT adalah masalah implementatif yang pada dasarnya sudah diatur dalam UU yang telah ada, yakni UU Energi dan UU Ketenagalistrikan.

 

Permasalahan pengelolaan energi terbarukan yang dianggap masih belum optimal meliputi pengawasan jalannya proyek dan evaluasi proyek yang tidak sesuai perencanaan, inventarisasi data terkait dengan potensi daerah, belum optimalnya regulasi yang ada untuk menciptakan iklim investasi energi terbarukan yang kondusif bagi investor, termasuk terkait harga dan insentif, hingga terkait tumpang tindih peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan EBT ini.

 

“Pada dasarnya, perlu adanya kajian mendalam apakah seluruh jawaban atas permasalahan ini adalah terbitnya UU baru, atau perlunya peraturan implementatif dari UU yang sudah ada atau bahkan cukup dengan merevisi UU yang sudah ada. Sayangnya kajian terkait hal ini luput dari naskah akademis,” keluh Raynaldo. 

 

Pada akhirnya, lanjut Raynaldo, adanya reformasi regulasi untuk mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia di Indonesia memang dibutuhkan untuk mendorong transisi energi. Penyusunan regulasi yang tepat sasaran adalah kunci penting untuk menjawab hal ini.

 

“Untuk itu, kajian secara mendalam perlu dilakukan agar RUU EBT dapat menjadi regulasi yang tepat sasaran dalam menjawab permasalahan yang ada,” pungkasnya.  

 

Seperti diketahui, pemerintah berkomitmen mengembangkan EBT sebagai pengganti energi fosil yang makin lama makin menipis persediaan dan cadangannya. “Untuk EBT ini sudah jelas strategi kami ke depan, yaitu harus memperbanyak EBT,” kata Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar, seperti dilansir Antara, Rabu (14/8) lalu.

 

Ia mengatakan saat ini Indonesia bukan lagi dalam posisi untuk memilih apakah akan memakai energi baru terbarukan atau tidak. Menurutnya, penggunaan energi baru terbarukan merupakan sebuah keharusan. "Karena fosil makin lama makin berkurang dan suatu saat mungkin kita tidak memproduksi lagi. Untuk itu kita berusaha memakai EBT," katanya. 

 

Pihaknya menargetkan penggunaannya sudah mencapai 23 persen pada tahun 2025. Sedangkan saat ini, dikatakannya, untuk pembangkit EBT sudah mencapai 12 persen.

 

Tags:

Berita Terkait