Undang-Undang Kejaksaan yang Baru (1): Kado Ultah di Tengah Kritikan
Utama

Undang-Undang Kejaksaan yang Baru (1): Kado Ultah di Tengah Kritikan

Senayan, 15 Juli 2004. Wajah Jaksa Agung M.A Rachman langsung sumringah. Maklum, ia baru saja mendapatkan kado istimewa dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat: sebuah Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru.

Mys/Gie/Amr
Bacaan 2 Menit

 

Lain lagi cerita yang dialami Azhar Muchlis. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini gagal membacakan laporan pembahasan RUU Kejaksaan karena waktunya ‘diserobot' seorang juru bicara Fraksi. Bisa jadi karena juru bicara fraksi yang kebetulan anggota Komisi II DPR tadi sedang terburu-buru. Buktinya, tidak lama setelah menyampaikan pandangan fraksinya, ia keluar ruangan Rapat Paripurna.

 

Muchlis sebenarnya ingin menyampaikan bahwa RUU Kejaksaan merupakan usul inisiatif yang diajukan Badan Legislasi (Baleg) kepada Pimpinan DPR pada 27 Juni 2002. Ia juga melaporkan bahwa perubahan RUU dilakukan secara komprehensif, sehingga bukan lagi merevisi Undang-Undang lama (No. 5 Tahun 1991), melainkan sudah membuat RUU Kejaksaan yang baru. Lebih dari 50 persen substansinya mengalami perubahan.

 

Toh, melenggang mulusnya RUU Kejaksaan di Senayan meniupkan angin tak sedap. Ada kecurigaan bahwa Gedung Bundar dan Senayan memiliki deal-deal tertentu. Tapi Kejaksaan Agung membantah. Tidak ada kompromi sama sekali, kata Kemas Yahya Rahman. Ia menunjuk adanya suara keberatan dari Fraksi KKI DPR.

Tags: