Undang-Undang Kejaksaan yang Baru (1): Kado Ultah di Tengah Kritikan
Utama

Undang-Undang Kejaksaan yang Baru (1): Kado Ultah di Tengah Kritikan

Senayan, 15 Juli 2004. Wajah Jaksa Agung M.A Rachman langsung sumringah. Maklum, ia baru saja mendapatkan kado istimewa dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat: sebuah Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru.

Mys/Gie/Amr
Bacaan 2 Menit

Kado istimewa bukan saja karena nyaris tak ada Fraksi peserta Rapat Paripurna yang tegas-tegas menolak, tetapi juga karena dipersembahkan pada saat korps adhyaksa yang dipimpin Rachman, bersiap merayakan ulang tahun yang ke-44. Bahkan, sejumlah event menyambut gawe ulang tahun itu sudah digelar sejak Minggu (11/7) lalu.

 

Itu pula sebabnya seorang anggota Dewan, Saiful Rahman, meminta Presiden Megawati menandatanganii Rancangan Undang-Undang yang telah disahkan Rapat Paripurna DPR itu tepat pada puncak perayaan ulang tahun kejaksaan 22 Juli mendatang. Supaya RUU itu benar-benar menjadi kado DPR buat Kejaksaan, ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

 

Kalangan anggota Dewan tampaknya memang kompak memberikan kado. Tengok saja pandangan kesembilan fraksi yang ada di DPR. Nyaris semuanya memuji, meski masing-masing menyoroti hal yang berbeda. Bandingkan misalnya dengan sikap anggota Dewan dalam Rapat Paripurna pada hari yang sama atas pengesahan Perpu No. 1 dan No. 2 Tahun 2004. Selain diwarnai kecaman, kedua Perpu tadi terpaksa disahkan lewat voting.

 

Hal sebaliknya terjadi dalam proses pengesahan RUU Kejaksaan menjadi undang-undang. Secara tidak langsung, para juru bicara fraksi menyanjung ketentuan-ketentuan baru dalam RUU tersebut. Sayuti Rahawarin, juru bicara Fraksi Perserikatan Daulat Ummah misalnya, menyoroti klausul yang mempersulit seorang tersangka yang tengah disidik berobat ke luar negeri. Sementara juru bicara Fraksi Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, menyoroti klausul yang memperbolehkan jabatan jaksa agung diisi orang luar alias non-karir.

 

Saiful Rahman, juru bicara Fraksi PPP, melihat dari perspektif lain. Kata dia, pengesahan RUU Kejaksaan akan melengkapi reformasi kekuasaan kehakiman (yudikatif) di Indonesia. Maklum, sebelumnya bidang kehakiman, peradilan umum, Mahkamah Agung dan peradilan tata usaha negara (PTUN), perangkat undang-undangnya sudah lebih dahulu disahkan. Satu-satunya yang memprotes pengesahan RUU Kejaksaan adalah Fraksi KKI. 

 

Suara dari Gedung Bundar diiringi harapan. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Kemas Yahya Rahman menyambut antusias. Mudah-mudahan dengan Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberi semangat bagi aparat kejaksaan untuk tetap menjalankan tugas dalam rangka penegakan hukum, katanya kepada hukumonline.

 

Mulusnya pengesahan RUU Kejaksaan memang bukan tanpa cela. Jumlah anggota Dewan yang hadir jauh berkurang dibanding pada saat pengesahan Perpu No. 2/2004 tentang Pemilu dan RUU Komisi Yudisial. Guruh Soekarno Putra, yang hadir di Rapat Paripurna sejak pagi misalnya, tidak tampak lagi pada saat pengesahan RUU Kejaksaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: