Tuntutan Buruh di May Day 2013
Berita

Tuntutan Buruh di May Day 2013

Mulai dari pelaksanaan jaminan sosial, outsourcing sampai perlindungan pekerja migran.

ADY
Bacaan 2 Menit

Soal outsourcing, Ikbal mengatakan, pemerintah harus memberesi pelaksanaan outsourcing, terutama di perusahaan BUMN. Menurutnya, BUMN tak perlu untuk menggunakan pekerja outsourcing dan mereka layak untuk dialihkan statusnya menjadi pekerja tetap. Pasalnya, BUMN harus menjadi contoh pelaksanan sistem ketenagakerjaan yang baik dan menyejahterakan pekerja. Said berpendapat sebagai perusahaan negara, BUMN harus menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk tidak menerapkan sistem outsourcing.

Masih menyangkut kesejahteraan pekerja, Ikbal mengatakan serikat pekerja menolak penerapan upah murah. Misalnya, upah minimum berfungsi sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja. Sehingga, upah minimum disebut sebagai jaring pengaman karena melindungi pekerja agar tak terjerumus ke jurang kemiskinan.

Oleh karenanya, Ikbal berpendapat tidak tepat jika penangguhan upah minimum dilakukan. Mengingat terjadi penangguhan yang dilakukan perusahaan di berbagai daerah dan mekanisme penangguhan yang digunakan dianggap melanggar aturan, maka serikat pekerja sudah mengajukan gugatan kepada Gubernur di daerah bersangkutan. Gugatan tersebut dilakukan karena penerbitan izin penangguhan itu dilakukan oleh Gubernur.

Pekerja migran
Tak ketinggalan, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengingatkan pemerintah untuk serius menuntaskan masalah seputar pekerja migran. Sebab, dari tahun ke tahun, perlindungan untuk pekerja migran dirasa tak mengalami perubahan yang signifikan. Misalnya, sampai saat ini masih banyak dijumpai pekerja migran Indonesia yang berprofesi sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) dilanggar hak-haknya. Ironisnya, perlindungan yang diberikan pemerintah tergolong minim. Misalnya, jam kerja tidak jelas, pelecehan seksual, penyiksaan dan terancam hukuman mati.

Sampai tahun 2013 Migrant CARE mencatat sedikitnya 420 pekerja migran terancam hukuman mati, 99 diantaranya sudah divonis hukuman mati dan 2 orang telah dieksekusi mati di Arab Saudi. Dalam rangka melindungi pekerja migran, Anis berpendapat pemerintah sudah membentuk Satgas Anti Hukuman Mati. Sayangnya, Satgas itu tak diperpanjang masa kerjanya. Menurutnya, hal tersebut meninggalkan pekerjaan rumah yang cukup serius bagi pemerintah.

Oleh karenanya Anis menyebut Migrant Care mendesak agar pemerintah maksimal membela dan membebaskan pekerja migran yang terjerat kasus. Seperti membebaskan 5 PLRT yang saat ini menunggu eksekusi di Arab Saudi. “Mereka adalah Satinah Binti Jumadi, Siti Zaenab, Tuti Tursilawati, Aminah Binti Budi dan Darmawati. Rentetan kasus-kasus yang dialami buruh migran tersebut selama ini menjadi catatan hitam era pemerintah presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait