Tiga Alasan, Presiden Seharusnya Tarik RUU Cipta Kerja
Berita

Tiga Alasan, Presiden Seharusnya Tarik RUU Cipta Kerja

DPR seharusnya mengembalikan draf RUU Cipta Kerja kepada Presiden untuk disempurnakan. Pernyataan Presiden Joko Widodo yang ingin menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja sesuai dengan keinginan Baleg.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit

 

Menurut dia, proses pembentukan RUU Cipta Kerja saat ini melanggar prosedur karena menerobos ketentuan Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 100 ayat (1) Tata Tertib DPR itu, pembahasan RUU seharusnya diawali pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terlebih dahulu dalam Rapat Kerja. Faktanya, hingga hari ini belum semua fraksi menyerahkan DIM terkait RUU Cipta Kerja.

 

Inisiatif Panitia Kerja saat ini untuk melakukan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pun tidak tepat. Sebab, seharusnya RDPU dilakukan dalam tahap Rapat Kerja ketika DPR dan Presiden sedang membahas RUU berdasarkan DIM sesuai yang diatur Pasal 101 ayat (1) Tata Tertib DPR. 

 

“DPR seharusnya mengembalikan draf RUU Cipta Kerja kepada Presiden untuk disempurnakan, terutama dalam hal pelaksanaan partisipasi publik yang menjadi kewajiban yang diatur UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tegasnya.

 

Terlebih, pembahasan RUU Cipta Kerja bukan tanpa penolakan di internal DPR. Hingga hari ini, tercatat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Demokrat tegas menolak melanjutkan pembahasan maupun mengirimkan DIM dengan alasan sulitnya melakukan pembahasan secara optimal karena situasi darurat kesehatan masyarakat dan bencana nasional terkait Covid-19.

 

“Sebagian fraksi lain meminta penundaan penyusunan DIM karena menyadari adanya berbagai permasalahan mendasar dalam draf yang sudah diserahkan oleh Presiden.” Baca Juga: Dua Fraksi Keberatan, Pembahasan RUU Cipta Kerja Tetap Berlanjut  

 

Menurutnya, pilihan menunda pembahasan materi klaster ketenagakerjaan merefleksikan ketidaktegasan dan keraguan DPR, mengingat peta permasalahan RUU Cipta Kerja tidak hanya pada materi ketenagakerjaan. Permasalahan RUU Cipta Kerja tersebar mulai dari isu lingkungan, pertanahan, sumber daya alam, kewenangan Pemerintah Daerah, hingga persoalan logika pembentukan peraturan perundang-undangan yang problematik.

 

“Banyaknya permasalahan substansi dalam klaster-klaster RUU Cipta Kerja, opsi penundaan jelas tidak mampu menyelesaikan masalah mendasar dari naskah RUU ini. Seharusnya, sikap DPR adalah mendesak Presiden untuk menarik naskah RUU dan mengajukannya kembali dengan materi yang lebih baik," lanjutnya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait