Tidak Ada Alasan Pembenar, DPR Diminta Tolak Perppu Cipta Kerja
Utama

Tidak Ada Alasan Pembenar, DPR Diminta Tolak Perppu Cipta Kerja

Pemerintah diminta untuk mencabut Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. DPR juga didesak untuk menolak Perppu tersebut.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Padahal Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 melarang Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksana yang bersifat strategis dari UU Cipta Kerja,” bebernya.

Tak hanya itu, Dewi melihat pemerintah malah menambah modal bank tanah dengan menerbitkan PP No.62 Tahun 2022 tentang Penambahan Modal Badan Bank Tanah. Bank Tanah semakin memasifkan liberalisasi tanah dan menghadirkan berbagai persoalan agrarian. Diantaranya kemudahan perampasan tanah (land grabbing) dalam mengkonsolidasikan tanah untuk kepentingan investasi; dan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang penentuannya serampangan dan menyesatkan fungsi sosial atas tanah, serta nihil partisipasi masyarakat.

Dewi menegaskan tidak ada alasan pembenar bagi pemerintah untuk menerbitkan Perppu. Soal dalih kekosongan hukum setelah putusan MK, Dewi berpendapat tanpa UU No.11 Tahun 2020 dan Perppu No.2 Tahun 2022 pemerintah bisa menggunakan aturan sebelumnya untuk mengakomodir kepentingan pembangunan dan investasi. “Kekosongan hukum hanya alasan yang dibuat-buat pemerintah,” tegasnya.

Sebelumnya, Menkopolhukam M. Mahfud MD menegaskan dirinya bertanggung jawab atas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang sah secara hukum.

"Iya sah kalau urusan sah. Saya yang tanggung jawab bahwa ini (Perppu Cipta Kerja) sah," kata Mahfud MD saat menjelaskan penerbitan Perppu Cipta Kerja kepada wartawan di Jakarta seperti dikutip Antara, Minggu (8/1/2023).

Mahfud untuk kesekian kalinya menegaskan bahwa Perppu Cipta Kerja diterbitkan pemerintah sebagai antisipasi ancaman situasi ekonomi global. Dia menyatakan apabila dirinya tidak mengikuti sidang kabinet, mungkin dirinya sudah ikut mengkritik penerbitan Perppu Cipta Kerja itu.

Namun, karena mengikuti sidang-sidang kabinet, maka dirinya mengetahui situasi global yang mengancam, perlu direspon atau diantisipasi pemerintah dengan sebuah kebijakan strategis lewat peraturan perundang-undangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait