Tersangka Merpati Minta Ahli Meringankan Diperiksa
Berita

Tersangka Merpati Minta Ahli Meringankan Diperiksa

Tim penasehat hukum telah menyiapkan delapan nama, yang diantaranya adalah ahli perdata, pidana, dan hukum internasional.

Nov
Bacaan 2 Menit
Jampidsus Andhi Nirwanto akan periksa mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan. Foto: SGP
Jampidsus Andhi Nirwanto akan periksa mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan. Foto: SGP

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengagendakan pemeriksaan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan pada Kamis mendatang. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto mengatakan pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan dalam status Hotasi sebagai tersangka.

 

Sebelumnya, Hotasi memang pernah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Sejak beberapa bulan lalu, Kejagung telah menetapkan Hotasi dan mantan Direktur Keuangan MNA Guntur Aradea sebagai tersangka.

 

Keduanya dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 yang dilakukan MNA. Untuk itu, Kejagung dalam tiga hari ini akan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak, termasuk Hotasi dan Guntur.

 

Atas rencana pemeriksaan itu, penasehat hukum Hotasi, Lawrence TP Siburian mengatakan kliennya tentu akan memenuhi panggilan. “Pasti lah dia (Hotasi) datang memenuhi panggilan,” katanya saat dihubungi Senin (19/9).

 

Dalam pemeriksaan Kamis mendatang, Hotasi akan didampingi oleh tim penasehat hukumnya. Kemudian, pihak Hotasi juga akan meminta penyidik untuk mendengar keterangan dari beberapa ahli meringankan.

 

Hal ini dilakukan, karena menurut Lawrence, sesuai ketentuan KUHAP, seorang tersangka berhak mengajukan ahli meringankan. Pasal 65 KUHAP menyatakan tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya”.

 

“Kami pun sudah menyiapkan daftar ahlinya,” ujarnya. Meski tidak menyebut siapa saja ahli yang dimaksud, Lawrence mengatakan ada delapan ahli yang diminta untuk didengar keterangannya. Ahli-ahli tersebut memiliki keahlian dalam bidang hukum perdata, pidana, dan hukum internasional.

 

Selain para ahli, Lawrence juga meminta agar penyidik menghadirkan mantan Jaksa Pengacara Negara Joseph Suardi Sabda yang ketika itu mewakili MNA di Pengadilan Amerika. Khusus untuk ahli hukum internasional, “kami hadirkan supaya pihak Kejaksaan mendengarkan apa sih artinya putusan pengadilan di Washingtong DC, Amerika, apa sih artinya putusan pengadilan kepailitan Chicago”.

 

“Jadi biarlah ahlinya yang ngomong,” imbuhnya. Lawrence berharap penyidik dapat segera mendengarkan keterangan delapan ahli itu dan membuat kesimpulan. Malahan sudah ada dua putusan pengadilan di Amerika yang sudah berkekuatan hukum tetap. Dimana, putusan-putusan itu membuktikan sebuah perusahaan leasing asal Amerika Serikat bernama Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) telah melakukan wanprestasi terhadap MNA.

 

Untuk diketahui, sejak pertengahan Juli lalu, Kejagung telah meningkatkan status perkara Merpati dari penyelidikan menjadi penyidikan. Selang sebulan kemudian, Kejagung menetapkan Hotasi dan Guntur sebagai tersangka. Keduanya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Kasus ini berawal pada tahun 2006. Ketika itu, Merpati menyewa dua buah pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dari perusahaan leasing di Amerika Serikat bernama Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG). Dari setiap pesawat yang hendak disewa, Merpati telah mengirimkan security deposit ke TALG sebesar AS$500 ribu.

 

Setelah merogoh kocek senilai AS$1 juta pada 18 Desember 2006, hingga kini dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 itu tidak kunjung tiba. Padahal seharusnya dua pesawat itu dikirimkan ke Indonesia pada 5 Januari 2007 dan 20 Maret 2007.

 

Merpati telah memenangkan gugatan perdata terhadap TALG yang dituding melakukan wanprestasi. Namun, penyidik tetap melihat ada kerugian negara sekitar Rp10 miliar dan perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya, Kejagung meningkatkan status kasus penyewaan dua pesawat Boeing ini ke penyidikan.

 

Sementara, penasehat hukum Hotasi lainnya, J Kamaru telah menegaskan bahwa kliennya menolak apabila masalah penyewaan Boeing 737-400 dan 737-500 disebut sebagai tindak pidana korupsi. Menurut Kamaru, meski kasus itu terjadi ketika kliennya menjabat Dirut Merpati, ruang lingkupnya adalah perdata. Buktinya, pengadilan di Amerika telah memutus TALG melakukan wanprestasi terhadap Merpati.

 

TALG telah dihukum untuk mengembalikan uang jaminan yang telah dibayar Merpati ke kantor hukum Hume & Associate (biro hukum TALG) sebesar AS$1 juta beserta bunganya. Selain itu, kasus penyewaan yang disidik Kejagung ini tidak memenuhi dua unsur dalam pidana korupsi, yakni kerugian negara dan perbuatan melawan hukum.

 

Untuk unsur kerugian negara, Kamaru menyatakan Merpati sudah memenangkan gugatan terhadap TALG. Kemudian, Merpati juga sudah menagih pembayaran dari TALG meskipun menyicil. Dengan demikian, Kamaru beranggapan kerugian negara belum terjadi karena Merpati masih berhak untuk menagih pembayaran dari TALG.

 

Lalu, untuk unsur perbuatan melawan hukum, menurut Kamaru tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Direksi Merpati saat itu. Menteri Negara BUMN sudah menyetujui Rencara Anggaran Perusahaan untuk tahun 2006. Namun, dalam Rencana Anggaran itu tidak diatur mengenai leasing. Penyewaan pesawat melalui sebuah perusahaan leasing seperti TALG merupakan kewenangan pengurus atau Direksi Merpati

 

Keberatan dicekal

Setelah mencekal Hotasi, Kejagung kini tengah memproses cekal untuk Guntur. Atas pencekalan yang dilakukan Kejagung, Hotasi telah menyampaikan keberatannya. Surat keberatan itu, menurut Lawrence sudah disampaikan kepada penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung.

 

Ada beberapa alasan yang dituangkan dalam surat tersebut. Pertama, karena Hotasi kini menjabat sebagai Dirut sekaligus pemegang saham perusahaan asing yang berkantor di Singapura, Hotasi sering bolak-balik Indonesia-Singapura untuk mengikuti rapat rutin dan melaporkan kegiatannya. Kedua, karena ada jaminan dari tim penasehat hukum bahwa Hotasi tidak akan melarikan diri dan akan selalu siap sedia apabila penyidik membutuhkannya.

 

Jampidsus Andhi Nirwanto mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan urgensi dari keberatan Hotasi. Karena, pertimbangan paling utama untuk melakukan pencekalan adalah untuk kepentingan penyidikan. “Jadi, kalau penyidik meminta adanya pemeriksaan agar proses tidak terganggu, maka itulah salah satu pertimbangan. Kalau Pak Hotasi meminta tentu akan dipertimbangkan apa urgensinya,” tuturnya.

 

Tags: