Tender Ganda Proyek KPBU
Kolom

Tender Ganda Proyek KPBU

Keharusan melaksanakan tender tersebut, perlu dikaji ulang. Selain mengurangi minat badan usaha untuk berpartisipasi dalam proyek KPBU juga terjadi inefisiensi dalam proses pengadaan.

Bacaan 5 Menit

Dalam pelaksanaan tender tersebut, pada umumnya perusahaan akan membentuk konsorsium. Konsorsium Perusahaan A, Perusahaan B, dan Perusahaan C akan bersaing dengan konsorsium lainnya guna memenangkan tender proyek KPBU. Dalam hal konsorsium tersebut ditetapkan sebagai pemenang tender, maka konsorsium tersebut akan membuat Perseroan Terbatas (Special Purpose Company) yang akan melaksanakan proyek KPBU tersebut.

Di dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015, Special Purpose Company tersebut disebut Badan Usaha Pelaksana (BUP). BUP ini yang akan menandatangi perjanjian KPBU dengan pemerintah dan bertanggung jawab melaksanakan KPBU selama masa perjanjian KPBU. Tanggung jawab BUP sangat tergantung dari bentuk KPBU yang diperjanjikan. Bentuk KPBU tersebut dapat seluruhnya dilaksanakan oleh BUP yakni Design (D), Build (B), Finance (F), Operation (O), dan Maintenance (M) atau sebagian saja yang dilaksanakannya seperti DBFM.

Dalam melaksanakan perjanjian KPBU tersebut, BUP membutuhkan mitra badan usaha lain. Misalnya saja dalam melaksanakan tanggung jawabnya membiayai proyek (Finance), pada umumnya BUP hanya mampu membiayai 30% (tiga puluh persen) dari biaya konstruksi. Selebihnya, BUP akan menggandeng perusahaan pembiayaan untuk membiayai proyek tersebut. Demikian pula dalam halnya pembangunan konstruksi (Design dan Build) maupun pengoperasian dan pemeliharaan (Operation dan Maintenance), BUP dapat menggandeng perusahaan lainnya. Terkait dengan skema KPBU tersebut, penulis acapkali mendapatkan pertanyaan dari pimpinan badan usaha, apakah anggota konsorsium dapat menjadi kontraktor pelaksana proyek KPBU?.

Jika melihat praktik baik (best practice) pelaksanaan PPP di negara lain, keterlibatan anggota konsorsium untuk menjadi kontraktor dan penyedia jasa pengoperasian dan pemeliharaan sangatlah dimungkinkan. Bahkan peran dari masing-masing anggota konsorsium dalam pelaksanaan perjanjian PPP sudah disepakati sebelum para pihak membentuk konsorsium. Hal ini yang menjadi salah satu daya tarik keterlibatan badan usaha terlibat dalam proyek PPP.

Sebagai contoh dalam pelaksanaan proyek Ravenhall Prison di Negara Bagian Victoria Australia. Pemenang lelang proyek penjara ini adalah konsorsium GEO Group (bergerak di bidang operator penjara dan pembiayaan), John Hollad Pty Ltd (bergerak di bidang kontruksi), Honeywell Ltd (bergerak di bidang jasa manajemen), dan Cappela Capital (bergerak di bidang konsultan keuangan). Konsorsium tersebut membentuk Special Purpose Company yang Bernama GEO Ravenhall Pty Ltd.

Di dalam pelaksanaan perjanjian PPP tersebut, John Hollad Pty Ltd menjadi pihak yang melaksanakan Design dan Build, Honeywell Ltd menjadi subkontraktor pelaksanaan pemeliharaan fasilitas, dan Geo Australia Plt Ltd (salah satu anggota GEO Group) menjadi subkontraktor pelaksanaan pengoperasian penjara. Hal ini sejalan juga dengan teori PPP sebagaimana dimaksud dalam modul pelatihan APMG Internasional yang menyatakan The construction contractor (or construction team) is the party (or parties) that will be responsible for designing, building, and commissioning the PPP project asset during the Construction Phase. It includes designers, technical specialists, civil/Monitoring and Evaluation (M&E) contractors, and all sorts of construction advisors and suppliers. In some cases the construction contractor may also be a sponsor.

Dalam praktik di Indonesia, anggota konsorsium dapat terlibat di dalam proyek KPBU. Hanya saja untuk menjadi penyedia jasa konsultasi konstruksi dan/atau kontraktor, anggota konsorsium tidak dapat ditunjuk secara langsung oleh BUP sebagaimana praktik di negara lain. Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 72 PP Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dilarang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui tender, seleksi, atau katalog elektronik. Pembangunan untuk kepentingan umum tersebut, merupakan pembangunan bangunan yang mempunyai dampak terhadap kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat.

Tags:

Berita Terkait