Telkom vs AriaWestArbitrase Internasional, Siapa Takut?
Kolom

Telkom vs AriaWestArbitrase Internasional, Siapa Takut?

Keputusan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) untuk menerima "tantangan" dari PT. AriaWest International (AWI) di depan Arbitrase Internasional dalam menyelesaikan sengketa Kerja Sama Operasi (KSO) di Divisi Regional (Divre) III Jawa Barat merupakan keputusan yang tepat dan patut diberikan acungan jempol.

Bacaan 2 Menit

Terlepas dari apapun, alasan adanya 2 (dua) pilihan BANI atau ICC, hal yang perlu dicermati adalah sepanjang para pihak sepakat, maka pilihan forum arbitrase ke ICC perlu dihormati oleh semua pihak, termasuk pula Pemerintah RI dan para pemegang saham (shareholders) Telkom.

Untung rugi arbitrase internasional

Keuntungan utama pemilihan arbitrase (komersial) internasional adalah dijaminnya pelaksanaan proses yang "fair and confidence" secara hukum, tetapi tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan bisnis dari para pihak. Secara umum, seringkali arbitrase dipilih didasarkan  tiga hal.

Pertama, kompetensi dari para arbiter yang akan selalu disesuaikan dengan jenis persengketaannya sehingga dapat diyakini akan memberikan putusan yang layak. Kedua,  fleksibilitas dalam proses beracaranya di mana tidak adanya keharusan berperkara di tempat tertentu dan sekaligus hukum yang akan dipakai atau bahasa yang akan dipergunakan.

Ketiga, sifat dari putusan arbitrase yang "final and binding", sehingga putusan tersebut dapat langsung dilaksanakan oleh para pihak agar terhindar dari bentuk upaya hukum (seperti banding atau kasasi dalam pengadilan nasional) yang cenderung dipergunakan untuk menunda-nunda pelaksanaan putusan.

Kelemahan atau kerugian mempergunakan arbitrase internasional lebih didasarkan kepada permasalahan pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase internasional (recognition and enforcement of foreign arbitral awards). Sering kali pihak yang kalah dalam suatu sengketa melalui arbitrase (komersial) internasional merasa keberatan melaksanakan keputusan dan pengadilan nasional yang diharapkan dapat membantu proses pelaksanaan keputusan arbitrase internasional ternyata kurang memberikan respons yang konstruktif.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pada 12 Agustus 1999 tentunya diharapkan dapat membentuk paradigma dan harapan baru dalam permasalahan pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase internasional di Indonesia. Tentu hal ini akan berimplikasi pula bagi para investor asing di mana mereka memiliki kepastian hukum apabila akan memilih arbitrase internasional dalam melaksanakan bisnisnya di Indonesia.

Ronde pertama: Telkom

Keputusan Telkom menerima "gugatan" AWI di arbitrase internasional dan tidak bersikukuh untuk memilih BANI merupakan modal awal bagi Telkom dalam menyelesaikan perseteruan yang terjadi. Hal ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Telkom bersikap ksatria dan profesional.

Tags: