Tanggung Jawab In-House Counsel dalam Bisnis Hulu Migas, Perlukah Amicus Curiae?
Kolom

Tanggung Jawab In-House Counsel dalam Bisnis Hulu Migas, Perlukah Amicus Curiae?

Dalam praktik tidak sedikit legal opinion yang dibuat dikesampingkan manajemen perusahaan. Karenanya, legal counsel tidak bisa serta merta dibebani tanggung jawab terhadap keputusan perusahaan akibat opini atau advice yang dibuatnya. Dengan begitu, keputusan manajemen yang sejalan atau tidak sejalan dengan legal opinion tetap menjadi tanggung manajemen yang berwenang mewakili perusahaan.

Bacaan 7 Menit

Di atas telah saya singgung bahwa satu lagi konstruksi hukum yang cukup unik dalam kegiatan usaha hulu migas ini adalah bahwa KKKS tidaklah wajib mendirikan badan hukum Indonesia. KKKS boleh berstatus Bentuk Usaha Tetap yang lazim dikenal dengan Permanent Establishment yang didirikan di luar Indonesia.  

Dengan karakteristik aspek hukum yang unik inilah maka sudah barang tentu kehadiran legal counsel internal dan bahkan legal counsel eksternal dalam bisnis hulu migas ini sangat penting/sangat diperlukan. Segala urusan terkait dengan finansial, komersial, operasional, dan legal yang complicated (apalagi bila beririsan dengan hukum-hukum lintas negara) tidak pernah lepas dari keterlibatan legal counsel. Meskipun demikian, produk dari pekerjaan yang bisa dihasilkan oleh legal counsel internal ataupun eksternal output tidak lebih hanya berupa advice (nasihat) atau opini (pendapat), bukanlah berupa keputusan (decision).

Pengaruh Opini/Pendapat Hukum dalam Pengambilan Keputusan Perusahaan

Apakah pengertian tenang Opini Hukum itu? Dalam sebuah Junal Ery Agus Priyono dan Kornelius Benuf mendefiniskan dengan baik: “Legal Opinion itu merupakan jawaban seorang sarjana hukum, mengenai pertanyaan seorang klien yang sedang menghadapi persoalan hukum”. Saya sepakat dengan definisi ini, sebab di lembaga-lembaga Pemerintah dan atau BUMN pun kalau mereka menghadapi persoalan hukum dan memiliki keragu-raguan untuk memastikan posisi hukum suatu masalah serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko hukum, sangat jamak mereka meminta Legal Opinion dari Kejaksaan dalam kapasitasnya sebagai Pengacara Negara. Biasanya Legal Opinion semacam ini dimohonkan kepada Kejaksaan Republik Indonesia Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Namun satu hal yang pasti Legal Opinion Kejaksaan ini pun selalu memuat disclaimer-nya yaitu sifatnya tidak mengikat.

Untuk institusi-institusi non pemerintah atau non-BUMN seringkali mengikuti pola lembaga-lembaga pemerintah, dimana legal opinion yang telah mereka dapatkan dari internal legal counsel mereka sendiri bila dirasa kurang cukup kuat/masih kurang yakin/ masih ada keragu-raguan biasanya institusi-institusi ini meminta jasa konsultan hukum independen eksternal untuk membuatkan opini. Satu hal yang pasti lagi, legal opinion dari internal dan atau eksternal legal counsel sama dengan legal opinion yang dibuat oleh Kejaksaan berdasarkan permintaan instansi pemerintah dan atau BUMN, semuanya sifatnya tidak mengikat. Sebab, semua sarjana hukum pasti paham bahwa satu-satunya pendapat hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat adalah Putusan Hakim yang dikeluarkan melalui proses hukum acara yang sah yang telah bersifat final dan tidak ada upaya hukumnya lagi.

Kembali pada sifat kegiatan usaha hulu migas yang sangat sarat dengan aspek hukum, maka dapat diduga dalam praktik sehari-hari terdapat sangat banyak legal opini yang dibuat/dikeluarkan oleh internal legal counsel dalam kegiatan operasi bisnis mereka sehari hari. Yang pasti tidak ada jaminan seluruh opini yang dibuat itu diikuti seluruhnya oleh Manajemen yang berwenang mengambil keputusan. Akibatnya, keputusan manajemen yang sejalan ataupun tidak sejalan dengan legal opini yang dibuat tetap menjadi tanggung manajemen yang berwenang mewakili perusahaan.

Budaya Perusahaan (Corporate Culture) dan Integritas Perusahaan

Perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas adalah perusahaan-perusahaan yang harus memiliki modal besar karena investasi yang dibutuhkan juga sangat besar dan risiko kegagalannya juga sangat besar. Belum lagi, adanya konstruksi hukum yang mengatur bahwa KKKS tidak dibolehkan memiliki aset di kegiatan usaha hulu migasnya, sehingga tidak bisa menjaminkan aset-aset tersebut untuk mencari pinjaman modal. Selama ini modal dari publik (stock market), modal sendiri, serta trustee merupakan andalan dari mereka untuk mengembangkan usahanya.

Umumnya mereka menerapkan Good Corporate Governance dimana integritas merupakan budaya yang amat penting dalam mengelola perusahaan. Akibatnya kepatuhan terhadap hukum dan etika bisnis (legal and business ethic compliance) harus menjadi pilar utama kegiatan bisnis mereka. Bila tidak mereka akan kehilangan kepercayaan dari publik dan atau lembaga-lembaga keuangan serta pemegang saham internalnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait