Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan konglomerat Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menuai tanggapan positif. Pasalnya, pengusutan dugaan korupsi kasus kewajiban obligor BLBI terhadap BPPN ini bertahun-tahun tanpa adanya kejelasan.
Pengamat hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai langkah KPK perlu didukung agar terus mengusut pihak-pihak yang menikmati dana BLBI yang dikucurkan pada 1998 silam kaitannya dengan terbitnya surat keterangan lunas (SKL). Baginya, kasus BLBI, satu dari sekian kasus besar yang menjadi pekerjaan rumah KPK sejak dulu yang tengah dituntaskan. Sebab, penanganan kasus besar ini di tangan penegak hukum lain seolah tanpa ada perkembangan signifikan.
Fickar menilai kasus-kasus besar lain seperti dugaan korupsi dana talangan Bank Century, pembelian pesawat Garuda, dugaan korupsi di Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, hingga Kementerian Perdagangan menjadi pekerjaan rumah KPK yang harus diselesaikan. Baginya, tak mudah merangkai kepingan-kepingan cerita untuk mendapat alat bukti kuat guna meningkatkan kasus-kasus tersebut dalam proses penyidikan.
Namun, Dia yakin KPK pada saatnya dapat menyelesaikan penanganan perkara besar seperti BLBI yang sudah masuk tahap penyidikan ini. “Dengan dinaikan kembali kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya merupakan upaya KPK mencicil hutang penanganan kasus besar,” ujarnya kepada Hukumonline di Jakarta, Rabu (12/6/2019). Baca Juga: Dua Opsi KPK Jika Sjamsul Nursalim dan Tidak Kooperatif
Dia mengakui penanganan kasus BLBI memang berjalan lamban. Maklum saja, kasus BLBI ini bernuansa politis. “Pengusutan kasus ini bukan tidak mungkin bakal menyentuh pihak penguasa. Karena BLBI ini terjadi dan diselesaikan melalui kebijakan pemerintahan berkuasa yang berganti ganti. Sebagai contoh kebijakan Lunas,” ujarnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisaksti itu menilai terdapat pihak lain yang bertanggung jawab, selain dari para debitor yang notabene bos dari 48 bank yang menerima dana pinjaman BLBI. Apalagi mantan Kepala BPPN Sjafrudin Arsyad Tumenggung telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Lantaran Sjamsul dan istrinya berada di Singapura, kata dia, sikap kooperatif keduanya sangat dinanti agar penanganan kasus ini segera rampung dan dilimpahkan ke pengadilan. “Saya yakin masih terdapat pihak-pihak lain yang menikmati berkaitan dengan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan dana BLBI.”