kasus hakim Puji Wijayanto dan hakim agung Achmad Yamanie ternyata cukup membekas bagi Ketua MA HM Hatta Ali. Dia bahkan menyebut dua kasus itu adalah sebuah ‘tamparan keras’ di saat upaya pembenahan peradilan tengah gencar dilakukan.
Di sela-sela acara pelantikan 12 ketua pengadilan tinggi di Gedung MA, Kamis (27/12), Hatta mengatakan kasus Puji dan Yamanie selain memberikan 'tamparan', juga memberikan hikmah bagi MA. Menurut dia, dua kasus tersebut dapat dimanfaatkan oleh MA sebagai momen untuk refleksi dan membersihkan diri.
“Sekaligus menunjukkan keseriusan MA tanpa toleransi dalam menindak semua pelaku (hakim) yang melanggar amanat jabatan,” imbuhnya.
Dikatakan Hatta, sembilan tahun terakhir sejak cetak Biru MA 2003, MA telah berupaya agar peradilan bisa lebih dipercaya publik melalui keterbukaan, akuntabilitas, dan peningkatan pelayanan publik. Namun, semua itu seolah-olah runtuh akibat mencuatnya kasus Puji dan Yamanie.
“Sebagian dari kita bekerja keras, menjaga integritas, menunjukkan kinerja optimal, berjuang merengkuh kepercayaan publik. Tetapi, dengan dua peristiwa itu kepercayaan seolah bisa pupus dalam sekejap,” keluhnya.
Untuk itu, Hatta meminta semua jajaran pengadilan tidak boleh menoleransi tindakan-tindakan tak terpuji yang bisa menciderai reputasidan integritas badan peradilan. “Tidak boleh ada toleransi!” pintanya.
Dia juga meminta agar semangat esprit de corps sesama hakim tidak boleh disalahartikan. Artinya, semangat korps sesama hakim tidak boleh digunakan untuk saling menutupi keburukan satu sama lain. “Sudah bukan lagi zamannya semangat esprit de corps dipakai menutup-nutupi tindakan tidak terpuji,” kata Hatta.