Tabloid Investigasi Dalam Kejaran Gugatan 100 Miliar
Berita

Tabloid Investigasi Dalam Kejaran Gugatan 100 Miliar

Penggugat mendalilkan, Tabloid Investigasi bukanlah perusahaan pers seperti diatur dalam UU Pers, sehingga mestinya tak ikut tunduk pada UU Pers

NNC/Ycb
Bacaan 2 Menit
Tabloid Investigasi Dalam Kejaran Gugatan 100 Miliar
Hukumonline

 

Menurut Eri Hertiawan, salah satu Kuasa Hukum Ismeth dari Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution, Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia dan PT Noridha Lestari tidak memenuhi kualifikasi Perusahaan Pers seperti yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 UU Pers. Meskipun dalam kegiatannya melakukan kerja jurnalistik, perusahaan yang menaungi Tabloid Investigasi ini kami anggap tidak memenuhi kualifikasi sebagai perusahaan pers, kata Eri saat dihubungi hukumonline lewat saluran telepon, Jumat petang (8/2).

 

Malah dalam berkas gugatan, Tergugat I dianggap bukanlah badan hukum sebagaimana laiknya badan hukum menurut hukum Indonesia. Sedangkan PT Noridha Lestari, kata Eri, Mereka bergerak di bidang usaha umum. Maksud dan tujuan perusahaan itu tertulis bergerak di bidang kontraktor pembangunan properti dan infrastruktur, pengelolaan makanan dan sebagainya, tanpa menyebut sama sekali kegiatan penyebaran informasi.

 

Dengan demikian, kata Eri, Tabloid Investigasi tidak bisa tunduk pada UU Pers. Hal ini, lanjutnya, diperkuat lagi dengan adanya bukti berupa jawaban via faksimili dari Dewan Pers pada Penggugat yang menegaskan bahwa PT Noridha Lestari memang tak tercatat sebagai perusahaan pers. Jadi mereka tidak bisa berlindung di balik kemerdekaan pers, ujarnya.

 

Pelanggaran lain yang dilakukan Tabloid Investigasi dalam menyelenggarakan kegiatan pers, beber Eri, Tidak dipenuhinya kewajiban untuk secara terbuka mencantumkan nama penanggungjawab maupun mencantumkan alamat percetakan dan penebit. Hal ini, tambah Eri, Jelas melabrak ketentuan Pasal 12 UU Pers.

 

Pasal 1 angka 2 UU Pers

Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang meyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus meyelenggarakan, menyiarkan, atau meyalurkan informasi.

 

Pasal 1 angka 6 UU Pers

Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia

 

 

Selain meminta ganti rugi materiil yang rinciannya antara lain berupa: biaya pemuatan pemberitahuan di berbagai media massa, biaya pesawat terbang berikut hotel untuk memenuhi panggilan Mabes Polri—sebagai saksi korban dalam perkara pidana—dan biaya lainnya, yang total jenderal sebesar Rp100 juta, Ismeth juga menuntut Tabloid Investigasi untuk memuat permohonan maaf di 3 harian umum berskala nasional dan 2 surat kabar di Batam dan Riau.

 

Dihubungi terpisah, pada Sabtu (9/2) kuasa hukum para Tergugat, Dumoli Siahaan, membantah diskualifikasi badan hukum pers seperti didalilkan oleh penggugat. Ah, penggugat cuma mengada-ada, cetusnya.

 

Dia mengatakan, pada awalnya memang anggaran dasar PT Noridha Lestari tercatat sebagai perusahaan yang bergerak di bidang umum. Namun, begitu cabang usaha persero mulai merambah ke bidang cetak, Anggaran Dasar itu kemudian direvisi. Tahun 2006 Anggaran dasar sudah diubah dan dicatatkan oleh notaris ke Dephukham, terangnya.

 

Lagipula, menurut Dumoli gugatan pencemaran nama baik mestinya menengok pula pada tujuan berita itu dikeluarkan oleh media massa yang bersangkutan. Kan itu untuk kepentingan umum, ujarnya. Fungsi penyebaran informasi, selain sebagai media pendidikan, hiburan dan kritik sosial, kata Dumoli, Ia juga kan sebagai koreksi. Di sini ia mengoreksi perilaku pejabat publik. Masyarakat berhak tahu perilaku pemimpin mereka.

 

Yang paling aneh adalah perbuatan pencemaran nama baik itu kan sebenarnya sudah inkracht karena putusan bebas. Jadi perbuatan pencemaran itu kan sudah dinyatakan tidak terbukti, ujar Dumoli dengan suara tegas. Tapi karena UU Kekuasaan Kehakiman memungkinkan jaksa melakukan kasasi bagi putusan vrijbaar (bebas, red), akhirnya putusan inkrachtnya ada di PK. Ini kan malah cuma menghabiskan waktu saja, bebernya.

 

Dimintai pendapatnya, Rudy Satrio Mukantardjo, pengajar hukum pidana Universitas Indonesia mengaku sependapat dengan alur pikir penggugat. Jika memang perusahaan yang menaungi Tabloid Investigasi dapat terbukti bukan perusahaan pers, maka yang berlaku baginya adalah KUHP.

 

Rudy mengatakan, Meskipun dalam kegiatan usahanya melakukan kegiatan jurnalistik, jika kemudian dianggap melakukan pencemaran nama baik sedangkan syarat formal perusahaannya tidak terpenuhi, sama saja dengan menyebarkan fitnah lewat selebaran-selebaran. Perbuatan seperti itu, tambahnya, Tentu bisa dijerat dengan KUHP.

 

Apalagi, dengan tidak mencantumkan nama penanggungjawab, alamat percetakan dan penerbit, menurut Rudy, hal itu sudah barang tentu menunjukkan kegiatan jurnalistik perusahaan pers itu hendak lari dari tanggungjawab dengan menyembunyikan identitas. Ketika hukumonline menelusuri situs web www.investigasi.com pada Jumat (8/2), di dalamnya memang tidak ditemukan struktur redaksi berikut alamat perusahaan atau publisher.

 

Lain halnya dengan Rudy yang nampak sependapat dengan penggugat, anggota Dewan Pers Wina Armadi Sukardi malah menyayangkan pelayangan gugatan perdata ini. Dalam perkara ini hak jawab kan sudah dilayani, putusan pidana juga diputus bebas, dengan begitu tidak bisa mengajukan perdata. Semua pengacara juga tahu itu, ujarnya dengan nada meninggi.

 

Mengenai faksimili dari Dewan Pers yang menegaskan bahwa PT Noridha Lestari bukanlah perusahaan yang bergerak di bidang pers, Wina memberikan klarifikasi. Dalam faks yang dikirim ke penggugat, terdapat beberapa halaman yang tercecer. Pada intinya halaman tercecer itu menjelaskan, meski PT Noridha Lestari bukan perusahaan yang bergerak di bidang usah pers, tapi ia melakukan kegiatan percetakan dan penerbitan. Faksimili itu, ujar Wina, Sudah dikirim sebelum putusan pidana putus.

 

Meski demikian, dengan adanya preseden ini, Wina tak lupa menitip pesan agar perusahaan pers menjadikannya sebagai bahan pembelajaran bersama untuk mulai melakukan instrospeksi diri. Jangan sampai menulis berita yang tidak akurat, pungkas Wina.

Meski sudah lolos dari jeratan pidana di pengadilan tingkat pertama, Tabloid Dwimingguan Investigasi kini masih harus menghadapi gugatan perdata. Perkaranya masih seputaran pencemaran nama baik Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah.

 

Kali ini yang tersangkut bukan Eddy Sumarsono—si Pemimpin Redaksi Tabloid Investigasi—seorang, tapi juga menyeret Novianda, pihak yang menurut penggugat dianggap sebagai Pemimpin Perusahaan tabloid itu. Gugatan juga menyeret Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia selaku penerbit (turut Tergugat I) dan PT Noridha Lestari sebagai perusahaan yang dianggap sebagai perusahaan penaung tabloid itu (turut Tergugat II).

 

Tuntutan ganti rugi yang diminta Ismeth tak tanggung-tanggung, Rp100 juta untuk kerugian materiil dan Rp100 miliar untuk kerugian immateriilnya. Perkara tersebut tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak akhir 2007 lalu dengan register perkara No.1409/Pdt.G/2007/PN Jaksel. 

 

Perbuatan melawan hukum yang didalilkan Ismeth setidaknya nyaris mirip dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pidana, antara lain telah melakukan pencemaran nama baik dengan memberitakan tuduhan-tuduhan tidak benar pada sang gubernur. Selain itu, yang cukup menarik, Ismeth juga mendalilkan, Tabloid Investigasi bukanlah perusahaan pers seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 40/1999 Tentang Pers.

Tags: