Syaukani Gunakan Dana Bantuan Sosial Untuk Dana Taktis Bupati
Berita

Syaukani Gunakan Dana Bantuan Sosial Untuk Dana Taktis Bupati

Meski berbelit-belit, bendahara kabupaten M. Haryadi menyatakan Syaukani menggunakan dana bantuan sosial untuk dana taktis Bupati. Namun majelis tidak menetapkan saksi sebagai sumpah palsu.

Mon
Bacaan 2 Menit
Syaukani Gunakan Dana Bantuan Sosial Untuk Dana Taktis Bupati
Hukumonline

 

Tidak kapok dengan ketegasan ketua majelis, saksi kembali membuat geram JPU. Kali ini keterangannya tentang penerimaan dana taktis bupati yang diambil dari dana pos bantuan sosial sebesar Rp7,750 miliar. Uang ini keluar lantaran Haryadi mengajukan permohonan kepada Kepala BPKD.

 

Padahal, menurut Siti Aidi, bendaharaan pengelola bantuan sosial, dana taktis bupati tidak masuk anggaran bantuan sosial. Dalam kesaksiannya, Aidi menuturkan bahwa ia melakukan delapan kali pengeluaran dana bantuan sosial untuk bupati. Jumlahnya mencapai Rp14,750 miliar. Ada yang dalam bentuk SPMU dan cek, terangnya. Anehnya, SPMU (Surat Perintah Untuk Membayar) itu tidak disertai keterangan peruntukannya.

 

Dari uang sejumlah Rp7,750 miliar, ketika dikonfirmasi JPU, Haryadi mengaku menyetor uang sejumlah Rp2,7 miliar ke rekening Syaukani. Sebanyak Rp400 juta diantaranya disetorkan kepada Kepala BPKD. Saya mengeluarkan uang berdasarkan memo dari bupati, terangnya.

 

Setelah dikonfirmasi ulang penasihat hukum terdakwa, ia lalu membantah keterangan sebelumnya. Uang yang saya transfer adalah uang bupati yang dititipkan kepada saya, terangnya.

 

JPU Khaidir kembali mengkonfrontir dengan keterangan di BAP. Menurut BAP, Saudara menyatakan ada disposisi dari bupati, tegasnya. Memo itu berbunyi Keluarkan dana Rp400 juta untuk kepala BPKD. Menanggapi hal itu, Haryadi malah berkelit bahwa Syaukani sudah memberikan uang tersebut sebelum memo diberikan.

 

Menurut BAP, Haryadi telah mengembalikan uang itu kepada bupati di Villa Maloha, milik Syaukani. Namun ia kembali berkelit. Namun setelah didesak oleh majelis hakim. Akhirnya ia mengaku. Memang benar saya kembalikan.

 

Sementara sisanya sebesar Rp5,050 miliar digunakan antara lain untuk pembayaran pengerahan masa kampanye dalam Pilkada Bupati Rp65 juta, kegiatan Seksi kampanye Rp35 juta, syukuran kemenangan Syaukani Rp17,6 juta, bantuan dana tim pos komando pamungkas Rp10 juta, pemeliharaan Kumala Stable (klub kuda milik Syaukani) Rp118,5 juta, perpanjangan izin senjata sebesar Rp40 juta. Semua pengeluaran ini dilakukan sebelum Syaukani menjabat menjadi bupati periode 2005-2010.

 

Anggota majelis hakim, Gusrizal pun terheran. Bagaimana dananya bisa keluar padahal terdakwa belum jadi bupati, tanyanya. Haryadi lalu menjawab dananya dikeluarkan setelah Syaukani kembali menduduki posisi bupati untuk ketigakalinya. Meskipun sudah mendengar keterangan yang berbelit-belit, majelis dan JPU tidak menetapkan saksi memberikan keterangan palsu.

 

Menanggapi kesaksian Haryadi, Syaukani mengaku bahwa uang sebesar Rp400 juta diberikan kepada kepala BPKD karena keadaan mendesak. Uangnya dari simpanan istri saya, terangnya. Karena itu ia meminta Haryadi untuk  mengembalikan uang tersebut. Sementara keterangan lain, Syaukani tidak memberikan tanggapan.

 

Persidangan Bupati Kutai Kertanegara non aktif, Syaukani Hasan Rais memanas. Bendahara bupati, M. Haryadi yang dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (24/9), malah membuat kasusnya menjadi runyam. Hakim, JPU dan penasihat hukum Syaukani dibuat gemas karena keterangannya berbelit-belit.

 

Saksi yang bertugas untuk mengelola keuangan bupati itu, menyatakan ketika Syaukani baru dilantik menjadi bupati periode 2005-2010 kas dana taktis bupati kosong. Versi kesaksian di pengadilan, ia mengaku bahwa untuk mengantisipasi kekosongan itu, ia mendatangi Kepala Badan Pengelola dan Keuangan Daerah Kutai Kertanegara, M. Hardi. Karena itu tanggung jawab saya, tegas Haryadi. Ia mengaku melaporkan itu kepada Syaukani.

 

JPU Khaidir Ramli tidak tinggal diam dengan keterangan tadi. Pasalnya dalam BAP tertanggal 27 Maret 2007, Haryadi mengaku bahwa pada 15 Juli 2005, ia diperintah Syaukani untuk menghadap Kepala BPKD guna menuntaskan kekosongan kas bupati. Mana keterangan yang benar ?, tegas Khaidir.

 

Merasa takut, Haryadi menyatakan bahwa keterangan di persidangan yang benar. Waktu penyidikan saya merasa tertekan, terangnya. Namun Haryadi mengaku ia tidak dipaksa memberikan jawaban oleh penyidik.

 

Ketua majelis hakim, Kresna Menon, angkat bicara. Kalau begitu darimana penyidik tahu jawaban Saudara, tegasnya. Kresna lalu mengingatkan saksi agar memberikan keterangan yang benar. Kalau Saudara punya pendapat lain, terangkan saja, asal logis, tegas Menon.

Tags: