Rincian Syarat Sah Perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata
Terbaru

Rincian Syarat Sah Perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata

Syarat sah perjanjian adalah kesepakatan, kecakapan membuat perikatan, pokok persoalan, dan sebab yang tidak terlarang.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
  1. Kesepakatan Para Pihak

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya disederhanakan menjadi kesepakatan para pihak. Jika diartikan, kesepakatan berarti adanya penyesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.

Dalam hal ini, setiap pihak harus memiliki kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan tersebut dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Adapun makna dari bebas adalah lepas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan.

Apabila adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan hal ini berarti melanggar syarat sah perjanjian. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

  1. Kecakapan Para Pihak

Dalam konteks kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yang menjadi subjek adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Pasal 1329 KUH Perdata menerangkan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.

Terkait siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330 KUH Perdata menerangkan bahwa yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan perempuan yang telah kawin dalam hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

  1. Mengenai Suatu Hal Tertentu

Terkait suatu pokok persoalan atau hal tertentu bermakna apa yang menjadi perjanjian atau diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Pada intinya, barang yang dimaksud dalam perjanjian ditentukan jenisnya, yakni barang yang dapat diperdagangkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata yang menerangkan bahwa hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.

Kemudian, Pasal 1333 KUH Perdata menerangkan bahwa suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait