Surat Edaran Menkominfo Menuai Protes
Utama

Surat Edaran Menkominfo Menuai Protes

Para pengusaha jasa pengiriman menilai Surat Edaran Menkominfo mengukuhkan monopoli PT Posindo. Menkominfo pun siap mencabutnya.

Ycb/CRP
Bacaan 2 Menit
Surat Edaran Menkominfo Menuai Protes
Hukumonline

 

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984

Tentang Pos

Pasal 1

Surat adalah berita atau pemberitahuan secara tertulis atau terekam yang dikirim dalam sampul tertutup;

Warkatpos adalah surat yang memenuhi persyaratan tertentu;

Kartupos adalah surat yang ditulis di atas kartu dengan bentuk dan ukuran tertentu.

 

Pasal 3 ayat (3)

Menteri melimpahkan tugas dan wewenang pengusahaan pos kepada Badan yang oleh negara ditugasi mengelola pos dan giro yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

 

Pasal 4 ayat (1)

Badan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 3 ayat (3) adalah satu-satunya badan yang bertugas menerima, membawa dan/atau menyampaikan surat , warkatpos, serta kartupos dengan memungut biaya.

 

Pasal 19 ayat (1)

Barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 4 ayat (1) sebagaimana tersebut diatas dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 20. 000. 000,- (dua puluh juta rupiah).

 

 

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 tentang Penyelenggaraan Pos

Pasal 3 ayat (1)

Pos diselenggarakan oleh negara dan ditugaskan kepada Perusahaan Umum (catatan: sejak 1995, Perum Pos Indonesia berubah menjadi PT Pos Indonesia).

 

Pasal 3 ayat (3)

Perusahaan Umum adalah satu-satunya badan yang bertugas menerima, membawa, dan/atau menyampaikan surat, warkatpos, kartupos dengan memungut biaya.

 

Pasal 3 ayat (4)

Menteri menetapkan ketentuan tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan lain untuk memperoleh izin melakukan usaha pengiriman suratpos jenis tertentu, paket dan uang.

 

 

Intinya, urusan surat-menyurat hanya boleh dilakukan oleh satu-satunya perusahaan, yaitu Posindo. Surat-menyurat yang dimaksud meliputi surat, warkatpos, dan kartupos.

 

Posindo makin pede karena merasa dinaungi oleh ketentuan internasional. Deklarasi itu tertuang dalam Universal Postal Union (UPU). Anggotanya ada 195 negara. Dan Indonesia sudah meratifikasinya, seloroh Direktur Utama Posindo, Hana Suryana (27/4). UPU menyebutkan, BUMN Pos adalah satu-satunya badan yang berhak melakukan jasa pengiriman surat.

 

Menurut Hana, pemain swasta tak perlu meributkan adanya ‘surat cinta' ini. Kenapa harus kebakaran jenggot? ujarnya dengan nada tanya. Menurut Hana, yang memprotes kebijakan ini justru khawatir terancam ketahuan lantaran telah melanggar ketentuan.

 

Justru istilah ‘surat' itulah yang diributkan oleh Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo). UU Pos hanya menyebutkan, segala sesuatu yang disampaikan lewat amplop tertutup adalah surat. Konsekuensinya, kiriman tagihan telepon, tagihan kartu kredit, kiriman dokumen BPKB, ijazah, atau lainnya masuk dalam kategori surat. Padahal, dokumen penting tersebut selama ini sumber periuk kurir swasta. Dokumen itu bernilai ekonomis. Dan kami punya pasar dalam pengiriman dokumen, ujar M. Kadrial, Direktur jasa kurir RPX, yang juga Sekretaris Jenderal Asperindo, dari saluran telepon (27/4).

 

Asperindo memperkirakan ada sekitar 25 juta kiriman surat dalam kota, 15 juta kiriman antarkota, dan 5 juta kiriman internasioal dalam sebulan. Artinya, walaupun ringan, segmen pasar surat di bawah 2 kg ini lumayan juga.

 

Kadrial merasa heran, dalam menyusun surat edaran tersebut, Sofyan tak pernah melibatkan Asperindo. Padahal setiap kali ada kebijakan, kami selalu berkomunikasi dengan baik.

 

Kadrial bercerita, Februari lalu Asperindo menemui Sofyan dan Dirjen Postel. Namun dalam pertemuan tersebut, Baik Pak Menteri maupun Pak Dirjen tak sekalipun menyinggung surat tersebut, ungkapnya.

 

Asperindo justru mendapat info dari pelanggannya. Salah satu anggota kami diputus kontrak langganan oleh sebuah bank asing besar. Mulai sekarang bank tersebut beralih ke Posindo, ujar Kadrial.

 

Rupanya, surat edaran tersebut tak satupun menerakan pengusaha jasa kurir swasta dalam tembusannya. Hanya instansi pemerintah dan perusahaan swasta atau BUMN. Sedangkan Asperindo tak ditembusi, keluh Kadrial.

 

Kadrial cs sudah menyampaikan keluhannya kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kami sudah menyampaikan pandangan. Kami berharap surat edaran tersebut dicabut, tegasnya.

 

Senin (30/4), Asperindo juga menemui Ketua KPPU Muhammad Iqbal. Dalam pertemuan tersebut, Asperindo menyampaikan data seputar industri postal. Kami sudah lama eksis sebelum UU Pos ada. Jasa kurir sudah ada sejak tahun 1970-an, seru Ketua Umum Johari Zein, yang juga Direktur Eksekutif PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Tiki JNE).

 

Direktur Eksekutif Asperindo Syarifuddin pun mempertanyakan status Posindo. UU Pos masih mengatur status sebagai Perum. Padahal saat ini Posindo menjadi PT Persero. Ini bagaimana?

 

Sementara itu, Sofyan merasa surat tersebut hanya sebagai bentuk pelaksanaan UU Pos. Secara hukum, tak ada masalah dengan surat tersebut. Karena UU-nya menyebutkan demikian, tulisnya dalam sebuah pesan singkat (sms) (29/4).

 

Namun, Sofyan juga menyadari surat tersebut melabrak semangat persaingan usaha. Makanya, Sofyan menawarkan dua kemungkinan jalan keluar. Pertama, Silakan gugat ke KPPU. Jika KPPU berfatwa surat edaran ini menyalahi aturan persaingan usaha, saya dengan senang hati mencabutnya.

 

Kedua, Sofyan mengusulkan percepatan revisi UU Pos yang telah usang. Percepat penyelesaian UU Pos yang baru, seru Sofyan. Sebenarnya telah lama Depkominfo menyiapkan draft RUU Pos. Demikian halnya, Asperindo dan Posindo telah menyampaikan pandangan mereka.

 

Menurut Iqbal, wewenang mencabut surat edaran tersebut memang sepenuhnya di tangan Sofyan. Tapi KPPU merasa masih perlu memberikan saran. Tak perlu menunggu saran dari kami pun sebenarnya Menkominfo bisa mencabutnya saat ini juga. Tapi kita tetap berdiskusi, tutur Iqbal seusai menerima rombongan Asperindo, di Gedung KPPU.

 

Iqbal menjelaskan, surat edaran ini memang sebaiknya dicabut. Jika menghalangi persaingan sehat, sebaiknya dicabut. Iqbal berjanji akan membeberkan hasil kajiannya pada Mei ini. Secepatnya, saya harap pertengahan atau selambat-lambatnya akhir Mei, sambungnya.

 

Iqbal juga menyarankan pertimbangan untuk merevisi UU Pos. Perkembangan industri ini memang pesat. Dan harus disesuaikan dengan kondisi sekarang. Menurut Iqbal, saat ini sebaiknya pemerintah membuat peraturan setingkat Peraturan Pemerintah (PP) atau Surat Keputusan Menteri yang mendukung industri ini. Ini senyampang menunggu realisasi revisi UU tersebut.

 

Namun hingga kini belum ada perkembangan yang berarti. Apalagi, revisi UU Pos ini tak masuk dalam 78 nama antrean RUU yang kudu rampung tahun ini (Prolegnas). Memang bukan prioritas tahun ini, keluh Johari yang dibenarkan Iqbal.

 

Tak habis-habisnya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan A. Djalil berhadapan dengan berbagai pihak. Setelah dianggap menghalang-halangi penetapan anggota Dewan Pers, Sofyan belum selesai pula tarik-tarikan kewenangan dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Tak kunjung usai pula polemik MoU dengan Microsoft.

 

Nah, kali ini, kalangan pengusaha jasa kurir swasta meributkan sepucuk surat edaran menteri yang dulunya menguasai Departemen Penerangan ini. Surat tersebut bernomor 01/SE/M/Kominfo/1/2007 tentang Pengiriman Surat. Sofyan menandatanganinya 25 Januari silam.

 

Intinya, surat tersebut mewajibkan setiap instansi menggunakan jasa dari PT Pos Indonesia (Posindo) sebagai satu-satunya BUMN yang berhak menyelenggarakan jasa perposan. Lembaga yang kudu memakai jasa Posindo antara lain baik pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pemerintah pusat, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta badan swasta dan masyarakat pengguna pos.

 

Memang, dalam surat tersebut, jasa Posindo yang dimaksud hanya jenis surat yang beratnya hingga dua kilogram (2.000 gram). Undang-Undang dan Peraturan Pemerintahnya mengatur begitu kok, ujar Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) Depkominfo Gatot S. Dewa Broto (26/4)

Undang-Undang yang dimaksud Gatot adalah UU 6/1984 tentang Pos. Sedangkan Peraturan Pemerintahnya adalah PP 37/1985 tentang Penyelenggaraan Pos.

Halaman Selanjutnya:
Tags: