Strategi Ketua MA Prof Syarifuddin dalam Pengawasan dan Peningkatan Kesejahteraan Hakim
Terbaru

Strategi Ketua MA Prof Syarifuddin dalam Pengawasan dan Peningkatan Kesejahteraan Hakim

Mulai dari pengawasan dengan memanfaatkan teknologi, sampai merekrut tenaga auditor untuk melakukan audit kinerja dan integritas.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ketua MA, Prof Muhammad Syarifuddin saat berbincang di ruang kerjanya dengan Hukumonline, Selasa (7/5/2024) pekan kemarin. Foto: RES
Ketua MA, Prof Muhammad Syarifuddin saat berbincang di ruang kerjanya dengan Hukumonline, Selasa (7/5/2024) pekan kemarin. Foto: RES

Dalam kurun beberapa tahun terakhir wajah peradilan menjadi sorotan publik. Sejumlah aparatur institusi Mahkamah Agung (MA) tersandung kasus hukum dalam kasus korupsi yang menjadi corengan hitam bagi wajah peradilan. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi ranah internal organisasi.

Ketua MA, Prof Muhammad Syarifuddin mengatakan peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK yang menjerat 10 warga peradilan yakni 2 hakim agung, 3 panitera, dan 5 pegawai MA di ujung tahun 2022 menjadi pukulan telak bagi institusi negara yang dipimpinnya. Padahal, selama ini MA bekerja keras untuk berbenah dengan menjalankan mandat Cetak Biru Peradilan.

“OTT ini memberatkan kita. Tapi 14 langkah MA mengembalikan kepercayaan publik itu sudah berjalan,” ujar Prof Syarifuddin di ruang kerjanya saat berbincang dengan Hukumonline, Selasa (7/5/2024) pekan kemarin.

Selain 14 langkah, MA sedianya telah melakukan beragam kebijakan pengawasan. Prof Syarifuddin tak asing dengan pengawasan, karena sebelumnya sempat 6 tahun mengampu jabatan Kepala Badan Pengawas (Bawas) MA. Dibandingkan dengan masa dia memimpin Bawas MA, tercatat perkembangannya saat ini tergolong positif.

Baca juga:

Hukumonline.com

Saat menceritakan pengalamannya melakukan pengawasan dengan melakukan penyamaran sebagai orang berpekara di pengadilan tinggi. Foto: RES

Dia menceritakan, dahulu  Bawas MA mengutamakan pengaduan dari lingkup internal. Salah satu terobosan yang dilakukan ketika itu dengan memanfaatkan teknologi pesan singkat/Short Message Service (SMS) untuk melakukan pelaporan dugaan pelanggaran.  Mengutamakan pengaduan dari internal menurut Prof Syarifuddin bukan tanpa alasan. Hal itu dilakukan karena secara logis kalangan internal pasti yang lebih mengetahui adanya tindakan menyimpang di lingkungan kerja.

Tags:

Berita Terkait