Kasus tindak pidana korupsi yang ditangani aparat penegak hukum yang sudah dibawa ke pengadilan baik yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung maupun Kepolisian RI meninggalkan sejumlah kisah menarik. Bukan hanya berkaitan dengan pejabat tertentu saja, tetapi juga dengan para kolega, hingga cara-cara mereka coba mengaburkan tindak pidana.
Para pejabat tersebut tidak hanya bersekongkol dengan sesamanya, tetapi kadang juga memanfaatkan orang di sekitarnya yang dianggap sebagian pihak sebelah mata. Atau setidaknya orang “kelas dua” itu mengetahui tindak pidana yang dilakukan para pejabat tersebut. Lihat saja tukang cukur Gubernur Papua Lukas Enembe yang dipanggil KPK.
Para saksi tersebut mempunyai peran penting dalam mengungkap kejahatan para bosnya, sehingga kesaksiannya sangat signifikan untuk mengungkap perkara dan sering disebut dengan saksi kunci atau saksi mahkota. Meskipun dalam hukum pidana sebenarnya tidak mengenal istilah tersebut, tetapi saksi kunci ataupun saksi mahkota dianggap lazim dalam sistem hukum di Indonesia.
Kemudian publik tentu masih ingat nama Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang divonis pidana penjara seumur hidup karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi menerima suap, gratifikasi dan pencucian uang berkaitan dengan sengketa Pilkada? Dalam perkara tersebut muncul nama Daryono, sopir yang sekaligus merupakan orang dekat Akil sesuai dengan keterangan beberapa saksi di persidangan. KPK menganggap Daryono merupakan saksi penting karena mengetahui penerimaan uang dan transaksi yang dilakukan bosnya tersebut.
