Solusi Perwira Aktif Jabat Sipil Tak Perlu Revisi UU TNI
Berita

Solusi Perwira Aktif Jabat Sipil Tak Perlu Revisi UU TNI

Karena penempatan perwira TNI pada jabatan sipil justru mengingkari agenda reformasi. Seharusnya wacana ini masalah teknis yang dihadapi TNI yaitu kelebihan personil yang seharusnya diselesaikan secara teknis juga.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Agus mengingatkan tugas pokok TNI yaitu melakukan operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP). TNI menjalankan tugas ini berdasarkan kebijakan pemerintah. Mengingat peraturan perundang-undangan yang ada sudah mengatur tugas TNI. Terpenting, dilakukan sekarang mematuhi supremasi hukum. “Ketika ada hal yang melenceng masyarakat sipil, jangan diam agar publik bisa paham persoalan ini,” ujarnya.

 

Revisi harus jelas tujuannya

Agus menekankan revisi UU TNI bisa dilakukan, tapi harus jelas tujuannya. Selain itu, setiap keputusan politik yang diterbitkan yang melibatkan TNI dalam ranah sipil harus dilakukan secara terbuka dan transparan, sehingga masyarakat mengetahuinya.

 

Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, mengatakan semua literatur menyebut tugas dan fungsi militer disiapkan untuk perang. Karena itu, negara wajib memenuhi semua aspek yang dibutuhkan militer untuk menghadapi perang seperti menyiapkan anggaran untuk alat utama sistem senjata (alutsista). Kemudian menggelar pelatihan dan pendidikan TNI untuk meningkatkan profesionalisme dan konsekuensinya TNI tidak boleh berpolitik dan berbisnis.

 

Sayangnya praktik OMSP di Indonesia, menurut Al mengalami bias yang berlebihan. Tercatat lebih dari 30 MoU antara TNI dengan kementerian/lembaga pemerintahan. Salah satu MoU itu membuat TNI melakukan kegiatan untuk mencetak sawah. Ombudsman RI juga sempat menyoroti persoalan ini. Sebagaimana Pasal 7 UU TNI, OMSP ada batasannya yakni ketika otoritas sipil tidak mampu melakukan kegiatan tersebut. Misalnya, ketika terjadi bencana tsunami di Aceh, otoritas sipil di Aceh tidak mampu untuk mengatasi masalah itu kemudian Presiden menerbitkan keputusan untuk menerjunkan TNI.

 

Bagi Al, persoalan yang dihadapi TNI untuk menempatkan perwiranya pada jabatan sipil ini bisa diatasi melalui beberapa cara antara lain melakukan reorganisasi. Al mencontohkan Belanda melakukan reorganisasi dengan menghapus divisi tank dan mengurangi jumlah personil dari 69 ribu menjadi 56 ribu. Amerika Serikat memangkas personil angkatan darat sampai 120 ribu orang. China memotong jumlah personil angkatan darat dari 300 ribu prajurit menjadi 230 ribu dan mengalokasikan anggaran pertahanan untuk membeli senjata baru berteknologi tinggi untuk angkatan laut dan udara.

 

Reorganisasi TNI, menurut Al bisa didorong untuk menghadapi perang generasi terbaru yaitu 4.0. Dalam perang ini yang diandalkan bukan lagi menyiapkan prajurit dan persenjataan dalam jumlah besar tapi menggunakan teknologi modern yang didukung prajurit profesional. Selain itu, promosi jabatan di lingkungan TNI harus dibersihkan dari KKN, orientasinya harus berbasis kompetensi. Begitu pula dengan intervensi politik, harus dihindari karena promosi jabatan di internal TNI merupakan kewenangan panglima dan staf.

 

Al menegaskan reorganisasi TNI yang ingin menempatkan prajurit aktif pada jabatan sipil di luar ketentuan UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi. Pemerintah diharapkan tidak melanjutkan rencana ini. “Revisi UU TNI tidak diperlukan,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait