Sobat Pengadilan ala Suku Indian
Berita

Sobat Pengadilan ala Suku Indian

Lebih dekat dari amicus curiae.

ALI
Bacaan 2 Menit
Ketua Pengadilan Suku Tulalip Theresa M Pouley. Foto: Ali
Ketua Pengadilan Suku Tulalip Theresa M Pouley. Foto: Ali

Di sebuah persidangan, seorang pria tua yang duduk di kursi pengunjung tiba-tiba mengangkat tangannya. “Yang mulia, saya ingin berbicara,” ujarnya. Uniknya, hakim tak melarang pria ini berbicara. “Silakan maju ke depan,” pinta si hakim dengan sopan.

“Yang mulia, dia telah dibesarkan lebih baik dari ini. Tindakannya telah memalukan keluarga kami. Tindakannya telah membuat buruk namanya sendiri, keluarga kami dan komunitas kami. Saya berharap Anda dapat membuat dia lebih bertanggung jawab,” ujar si pria tua.

Pengalaman ini  tak bisa dilupakan oleh Janice Ellis ketika menjadi jaksa di Pengadilan Suku Tulalip di Washington State. Pria tua tersebut adalah kakek dari terdakwa. Kejadian seperti ini bukan hanya sekali terjadi, tetapi sudah menjadi hal yang umum di pengadilan ini.

Ketua Pengadilan Suku Tulalip Theresa M. Pouley menjelaskan salah satu keunikan pengadilan yang dipimpinnya adalah membiarkan para ‘tetua’ suku Indian (khususnya dari Tulalip) berbicara di ruang sidang. “Ini salah satu adat yang kami adopsi ke dalam pengadilan kami,” ujarnya kepada hukumonline, pertengahan bulan lalu. 

Sejak zaman dahulu kala, lanjutnya, suku (Tulalip) Indian selalu melibatkan tetua mereka untuk menyelesaikan masalah. “Ini salah satu cara kami untuk menghormati para tetua,” ujarnya.

Uniknya, para tetua ini tak perlu untuk mengisi formulir atau mendaftar untuk menjadi saksi, ahli atau amicus curiae (teman pengadilan) untuk berbicara ke pengadilan. Mereka cukup datang, dan mengangkat tangannya, lalu hakim biasanya akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbicara.

Dalam praktik hukum –khususnya di negara bersistem hukum common law seperti Amerika Serikat- dikenal istilah amicus curiae atau teman pengadilan. Dimana pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Lalu apakah para tetua itu dianggap sebagai ‘teman pengadilan’?

Halaman Selanjutnya:
Tags: