Sobat Pengadilan ala Suku Indian
Berita

Sobat Pengadilan ala Suku Indian

Lebih dekat dari amicus curiae.

ALI
Bacaan 2 Menit

Theresa menjawab dia lebih senang menyebut para tetua ini lebih dekat atau akrab daripada teman pengadilan. “Karena mereka hanya tinggal datang dan hadir ke pengadilan, dan kami akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbicara,” jelasnya.

Namun, Theresa mengakui bahwa hakim yang memimpin persidangan harus pintar-pintar mengatur alur berbicara para tetua suku ini. “Biasanya, kami tidak akan mendengar semua anggota keluarga, kami hanya memilih orang yang paling tua dalam komunitas mereka,” tegasnya.

Ini biasanya sangat berguna ketika hakim akan memberikan masa percobaan kepada terdakwa. “Kita tahu dari perspektif hukum bila kita mau melepaskan seseorang, maka kita harus percaya dia akan mau kembali ke pengadilan,” ujarnya. Dan para tetua adat ini bisa menjadi salah satu jaminannya.

Memudahkan Jaksa
Bila Theresa terbiasa dengan ‘adat istiadat’ semacam ini karena dia berasal dari suku Indian, berbeda halnya dengan Janice Ellis ketika menjadi jaksa di pengadilan ini. Wanita yang sekarang bekerja sebagai hakim di Superior Court Snohomish County ini mengaku tak memiliki latar belakang Indian sehingga sempat kaget dengan hal ini.

“Ini berbeda dengan apa yang saya pelajari ketika di fakultas hukum,” jelasnya, Selasa (29/11).

Namun, Janice menambahkan justru hal ini sebenarnya memudahkan jaksa untuk mencari kebenaran di persidangan. Ia mengaku tak pernah mengajukan keberatan kepada hakim ketika membiarkan para tetua adat itu berbicara. “Semakin banyak masukan terhadap kasus yang kita tangani, itu justru semakin bagus,” tambahnya.

Ia mengakui memang ada kesan bahwa jaksa seakan ‘kalah’ bila hakim melepaskan terdakwa. Namun, ia menjelaskan salah satu tugas seorang jaksa adalah menemukan kebenaran dalam persidangan, tidak secara membabi-buta mendakwa seorang tanpa melihat fakta-fakta yang berkembang dalam persidangan.

“Jaksa yang baik adalah dia yang memiliki komitmen kuat untuk mencari kebenaran,” ujarnya.

Selain itu, ada satu lagi hal yang unik di pengadilan Suku Tulalip yang tak bisa ditemukan di pengadilan ‘konvensional’ Amerika Serikat. Yakni, bagaimana kedekatan seorang terdakwa kepada jaksa atau hakim yang memimpin persidangan.

Janice menjelaskan di pengadilan Amerika Serikat yang ‘konvensional’, seorang terdakwa memiliki hak-hak konstitutional yang cukup ketat seperti hak untuk diam atau hak untuk tak bisa ditanya ‘sembarangan’ oleh pejabat negara. Dan setiap orang harus diasumsikan tak bersalah sebelum hakim memutuskan orang itu bersalah.

“Di Pengadilan Amerika Serikat pada umumnya, saya tak bisa bertanya ‘Hei, apa yang terjadi? Saya sedang melihat laporan sejarah kriminal Anda’ kepada tersangka atau terdakwa. Namun, di Pengadilan Tulaip, umumnya tak hanya hakim yang bisa menanyakan hal ini, jaksa pun bisa,” ujarnya.

Janice menilai hal ini sangat luar biasa. Ia menilai ‘kebiasaan’ ini cukup efektif untuk menyelesaikan sebuah kasus, karena terdakwa biasanya akan berbicara terbuka kepada jaksa maupun hakim. “Ini mungkin karena mereka (para terdakwa) juga percaya bahwa pengadilan akan bisa menyelesaikan masalah mereka,” pungkasnya. 

Tags: