Soal Fatwa Haram Presiden Perempuan, PB HMI ‘Membela' Megawati
Berita

Soal Fatwa Haram Presiden Perempuan, PB HMI ‘Membela' Megawati

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam mengecam fatwa haram presiden perempuan yang dikeluarkan oleh KH Abdullah Faqih dari Langitan. Dalam Islam, kualitas seseorang bukan diukur dari jenis kelaminnya, tetapi dari ketakwaannya.

Mys
Bacaan 2 Menit
Soal Fatwa Haram Presiden Perempuan, PB HMI ‘Membela' Megawati
Hukumonline

 

Bagaimanapun, pernyataan PB HMI mengundang cibiran bahwa organisasi kemahasiswaan Islam itu mendukung Megawati. Namun, itu dibantah oleh Hasanuddin. Menurutnya, pernyataan dan tanggapan PB HMI bersifat apolitis, semata-mata hanya didasarkan pada pertimbangan intelektualitas. Kepentingan kami di HMI ingin meluruskan informasi kepada masyarakat agar tidak menyesatkan. Kami tidak mendukung siapa-siapa, katanya berdalih.

 

Tidak membedakan

Fatwa haram yang dikeluarkan KH Abdullah Faqih bersama sejumlah kiyai memang telah mengundang perdebatan tajam. Fatwa itu ditengarai sarat muatan politis karena pada saat fatwa dikaji hadir calon wakil presiden Solahuddin Wahid. Sehingga fatwa haram presiden perempuan kuat diduga untuk menjegal pencalonan Megawati. Hal yang sama pernah mengemuka ketika Megawati mencalonkan diri pada pemilu 1999. Pada saat itu Mega memang gagal menduduki kursi RI-1.

 

Hasanuddin juga percaya bahwa fatwa Kiyai Langitan akan sangat berpengaruh terhadap pilihan kaum nadhiyin. Cuma, PB HMI berpendapat bahwa Islam sama sekali tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kepemimpinan. Islam hanya membedakan manusia dari sisi kualitas ibadah.

 

Dalam praktek, kepemimpinan perempuan di negara Islam juga sudah pernah terjadi. Pakistan, sebuah negara yang berbentuk Republik Islam, pernah dipimpinan Perdana Menteri Benazir Bhutto, demikian pula Bangladesh yang dipimpin Begum Khalida Zia.

Tanggapan bernada kecaman itu disampaikan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) kepada wartawan di Jakarta, Jum'at (4/06) siang.  Dalam pernyataan yang dibacakan Ketua Umum Hasanuddin PB HMI menyatakan menolak fatwa tersebut. Fatwa KH Abdullah Faqih tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tandas Hasanuddin.

 

Dikatakan Hasanuddin, ada lima alasan kenapa PB HMI menolak fatwa yang dikeluarkan dalam pertemuan sejumlah ulama di Langitan tersebut. Pertama, fatwa tentang larangan perempuan menjadi pemimpin negara (presiden) tidak didasarkan pada dalil yang memiliki kekuatan hukum yang kuat. Dasar pertimbangannyua tidak bersumber dari al-Qur'an, melainkan dari hadits yang lemah dan mengandung kontroversi.

 

Kedua, fatwa yang dikeluarkan KH Abdullah Faqih sama sekali tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar keadilan, kesetaraan, dan hakekat kemanusiaan universal. Padahal itu merupakan inti ajaran Islam yang termuat dalam berbagai ayat al-Qur'an.

 

Ketiga, fatwa ini dapat memecah belah ummat Islam dan bisa menjadi bibit konflik sesama Muslim pada level grassroot. Menurut Hasanuddin, fatwa ini lebih banyak mudharat daripada manfaatnya bagi masyarakat.

 

Keempat, KH Abdullah Faqih dan para kiyai yang mengikuti fatwanya diyakini PB HMI tidak lagi duduk pada posisi yang netral. Sehingga PB HMI berkesimpulan bahwa fatwa itu harus dipahami sebagai seruan yang lebih bernuansa politis ketimbang fatwa religius. Kelima, fatwa tersebut bertentangan dengan semangat demokratisasi yang sedang diperjuangkan.

Tags: