Bagaimanapun, pernyataan PB HMI mengundang cibiran bahwa organisasi kemahasiswaan Islam itu mendukung Megawati. Namun, itu dibantah oleh Hasanuddin. Menurutnya, pernyataan dan tanggapan PB HMI bersifat apolitis, semata-mata hanya didasarkan pada pertimbangan intelektualitas. Kepentingan kami di HMI ingin meluruskan informasi kepada masyarakat agar tidak menyesatkan. Kami tidak mendukung siapa-siapa, katanya berdalih.
Tidak membedakan
Fatwa haram yang dikeluarkan KH Abdullah Faqih bersama sejumlah kiyai memang telah mengundang perdebatan tajam. Fatwa itu ditengarai sarat muatan politis karena pada saat fatwa dikaji hadir calon wakil presiden Solahuddin Wahid. Sehingga fatwa haram presiden perempuan kuat diduga untuk menjegal pencalonan Megawati. Hal yang sama pernah mengemuka ketika Megawati mencalonkan diri pada pemilu 1999. Pada saat itu Mega memang gagal menduduki kursi RI-1.
Hasanuddin juga percaya bahwa fatwa Kiyai Langitan akan sangat berpengaruh terhadap pilihan kaum nadhiyin. Cuma, PB HMI berpendapat bahwa Islam sama sekali tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kepemimpinan. Islam hanya membedakan manusia dari sisi kualitas ibadah.
Dalam praktek, kepemimpinan perempuan di negara Islam juga sudah pernah terjadi. Pakistan, sebuah negara yang berbentuk Republik Islam, pernah dipimpinan Perdana Menteri Benazir Bhutto, demikian pula Bangladesh yang dipimpin Begum Khalida Zia.