Soal Defisit BPJS Kesehatan, Ini Rekomendasi KPK
Berita

Soal Defisit BPJS Kesehatan, Ini Rekomendasi KPK

Ada enam rekomendasi yang diberikan KPK kepada Kemenkes dan BPJS.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: BPJS Kesehatan Diminta Benahi Hasil Temuan BPKP)

 

Keempat, KPK meminta Kemenkes mengimplementasikan co-payment 10 persen sesuai Permenkes Nomor 51 Tahun 2018. Menurut Pahala, dengan co-payment 10 persen dari total tagihan peserta mandiri sebesar Rp22 triliun di tahun 2018 akan terjadi penghematan sebesar Rp2,2 triliun.

 

“Praktik co-payment di Jepang dan Korea Selatan sebesar 20-30 persen. Jika best practice ini diterapkan, maka potensi penghematan yang didapatkan senilai Rp4-6 triliun," ujarnya.

 

Kelima, KPK mendorong pemerintah mengevaluasi penetapan kelas rumah sakit. Pahala mengatakan, hasil piloting pada 2018 mendapatkan empat dari enam rumah sakit tidak sesuai kelas dan mengakibatkan pemborosan pembayaran klaim sebesar Rp33 miliar per tahun.

 

Dia menambahkan hasil tinjauan Kemenkes pada 2018, dari 7.000 rumah sakit, ditemukan 898 rumah sakit yang tidak sesuai kelas. "Jika dilakukan perbaikan penetapan kelas, terdapat estimasi penghematan beban jaminan BPJS Kesehatan sebesar Rp6,6 triliun," kata Pahala.

 

Keenam, KPK mendorong pemerintah untuk menindaklanjuti verifikasi klaim untuk mengatasi fraud atau kecurangan di lapangan berupa administrasi atau pengembalian klaim, perdata atau pemutusan kontrak kerja sama, dan pidana.

 

(Baca: Pemerintah Diminta Laksanakan Putusan Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

 

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) baru saja mengabulkan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya aturan kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen per 1 Januari 2020. Dalam putusannya, MA membatalkan aturan kenaikan iuran BPJS seperti tercantum dalam Pasal 34 ayat (1), (2) Perpres No. 75 Tahun 2019 itu.

 

Tags:

Berita Terkait