Simak Tanggapan Ahli Soal Usulan Definisi Terorisme di RUU Anti Terorisme
Utama

Simak Tanggapan Ahli Soal Usulan Definisi Terorisme di RUU Anti Terorisme

Definisi terorisme yang diusulkan tidak cukup memadai. Perspektif hak-hak korban terabaikan dalam RUU Anti Terorisme.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Angkasa, fokus RUU Anti Terorisme saat ini lebih mempersoalkan perluasan kriminalisasi pelaku teror ketimbang hak-hak korban yang harus dipenuhi negara. Perlu diingat bahwa dalam UU Anti Terorisme yang masih berlaku sejak masih menjadi Perppu, disebutkan hak kompensasi bagi korban.

 

Pasal 36

  1. Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi.
  2. Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
  3. Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya.
  4. Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

 

Pendapat angkasa ini senada dengan catatan kritis Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang mengatakan bahwa begitu banyaknya kelemahan terkait hak korban dalam UU Anti Terorisme yang tidak diperkuat pemerintah dalam RUU Anti Terorisme. RUU ini menurut ICJR lebih mengatur mengenai tersangka atau terpidana sampai dengan urusan mengenai radikalisasi.

 

“Perbincangan terorisme lebih berorientasi kepada pelaku (offender oriented) ketimbang korban (victim oriented). Padahal korban merupakan subyek yang paling terzalimi akibat kesadisan aksi terorisme,” tulis ICJR dalam pengantar catatan kritisnya.

 

(Baca Juga: Kegentingan Memaksa Terpenuhi, Ahli Setuju Presiden Terbitkan Perppu Anti Terorisme)

 

Kelemahan itu antara lain tidak ada pencantuman pengertian korban yang memadai, tidak ada pencantuman hak korban terorime secara spesifik, kompensasi masih tergantung kepada pengadilan, tidak adanya kejelasan atau ketegasan bantuan medis bagi korban yang bersifat segera, dan kejelasan hak rehabilitasi bagi korban salah penanganan, salah prosedur oleh penegak hukum termasuk pula dalam hal terjadi malpraktek pengadilan (miscariege of justice).

 

Beberapa Kasus Salah Tangkap-Penyiksaan

Beberapa Kasus Salah Tangkap-Penyiksaan Kasus

Penangkapan

Keterangan

Andika Bagus Setiawan Siswa SMA Kelas 2 MAN Warga Semanggi RT 01/07 Kelurahan Semanggi, Solo, Jawa Tengah

Ditangkap di sekitar Hotel Paragon pada 29 Desember 2015.

Dianggap terlibat dalam jaringan teroris Ibad ini di tahanan babak belur. Saat orang tua Andika menjenguk putranya, orangtua mendapatkan kondisi putranya mengalami penyiksaan

Nur Prakoso alias Hamzah Siswa SMA Kelas 2 MAN Warga jalan Dr. Rajiman, Baron Cilik, RT 04/06 Kelurahan Bumi, Laweyan, Solo, Jawa Tengah

Ditangkap di sekitar Hotel Paragon pada 29 Desember 2015.

Tak bisa berjalan dan terpaksa merangkak karena di siksa saat pemeriksaan. Hamzah mendapatkan kekerasan fisik. diminta untuk tidur terlentang. Kemudian, pahannya di kasih balok. Dan diatas balok ditaruk kayu. Kemudian kayu itu diinjak berulang-ulang. Kemudian dipasangkan sesuatu di dalam bajunya. Usai dipasangkan, Hamzah pun dipukuli dan ditendang berulang-ulang. Hingga bagian Ulu hatinya sakit. Bahkan Hamzah mengaku saat itu sampai terkencing-kencing. Sampai Hamzah ini kepalanya di masukan ke dalam WC hingga tidak bisa bernafas. Kemudian, kemaluannya dipukul hingga kulitnya lecet.

Sapari43 dan Mugi Hartanto

Juli 2013, di depan sebuah warung Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Jatim

Dua warga Muhammadiyah Tulungagung yang menjadi korban salah tangkap saat penggerebekan terduga teroris di depan sebuah warung Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Jatim. Dia bersama Mugi Hartanto tengah berdiri di tepi Jalan Pahlawan bersama Rizal dan Dayat, saat tiba-tiba tim Densus datang. tidak mengetahui apa yang tengah terjadi hingga didorong pria bersenjata ke dalam mobil. Saat itu juga kedua matanya dilakban hingga tidak mengetahui dibawa ke mana.

Ayum Penggalih

29 Desember 2015,

di Jalan Haryo Panular, RT 002 RW 006, Kelurahan Panularan, Laweyan, Solo, Jawa Tengah

Saat hendak sholat zuhur menuju Masjid SMA 1 Al Islam Solo dengan motor, tiba-tiba ia ditabrak mobil hingga jatuh.Ia lalu ditangkap Ditodong, diborgol, mata ditutup sweater dan dimasukkan kedalam mobil oleh beberapa pria berbadan tinggi besar, kepala di aspal, tangan ditarik di belakang, punggung diinjak dengan lutut serta diintimidasi.

Wahono (30 th) alias Bawor warhga Jalan Durian II, Jalan Imam Bonjol, Bandar Lampung

20 Agustus 2010- Di Bandar Lampung pada 20 September

Dia batal menikah setelah ditangkap, mata ditutup lakban, kepala ditutupi, dan tangan diikat dengan tali plastik, dipukul dan ditendang oleh Densus 88 karena diduga terlibat jaringan teroris. Setelah diinterogasi, ternyata dia dipastikan tidak terlibat. Wahono lantas dilepas karena tidak cukup bukti. Tapi, perempuan yang seharusnya menjadi istrinya telanjur dinikahi adiknya. Polisi pun tak mau memulangkan Wahono ke Lampung, dan justru meminta pihak keluarga menjemputnya ke Jakarta. Persoalannya, keluarga wahono tak punya uang untuk ke Ibu Kota.

Sumber: Catatan Kritis ICJR Atas RUU Pemberantasan Terorisme

 

“Harus dilihat juga korbannya, itu harus diusung dalam satu paket undang-undang yang sama, jadi ada kesetaraan, begitu hemat saya,” kata Angkasa.

 

Tags:

Berita Terkait