Silang Pendapat Ratifikasi Statuta Roma
Berita

Silang Pendapat Ratifikasi Statuta Roma

Indonesia bisa menggunakan mekanisme Pengadilan HAM ad hoc. Sudah 119 negara yang meratifikasi.

HOT/HOLE
Bacaan 2 Menit

 

Lebih jauh lagi, Hikmahanto juga menjelaskan bahwa UU No 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, tidak mengatur tentang permintaan ekstradisi yang dilakukan oleh lembaga bukan negara. Pasal 1 UU 1/1979 memang menyatakan bahwa ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang, dan tidak mencantumkan klasula mengenai permintaan dari organisasi internasional.

 

Hikmahanto berpendapat Statuta Roma tak perlu diratifikasi. Sebagai solusinya, amandemen terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU No 26 Tahun 2000 menjadi langkah yang lebih baik. “Jangan sampai meratifikasi Statuta Roma hanya untuk membangun citra. Seharusnya, tanpa didorong oleh perjanjian internasonal, kita harus bisa menyelesaikan masalah dalam negeri,” tegas Hikmahanto.

 

Pendapat Hikmahanto diamini oleh Aziz Syamsuddin. Wakil Ketua Komisi III DPR ini menegaskan Indonesia telah memiliki UU No 26 Tahun 2000. Meski mengandung kelemahan, wet itu masih bisa disempurnakan. “Kalau sudah ada UU No 26 Tahun 2000, apakah masih perlu meratifikasi? Apalagi kita harus melihat kultur bangsa Indonesia yang sedikit-sedikit ingin menarik sebuah masalah ke tingkat internasional,” ujar Aziz. Ia juga menegaskan bahwa kedaulatan negara lebih penting daripada pergaulan internasional.

 

Meski demikian, dukungan terhadap ratifikasi Statuta Roma tetap ada. Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM yang juga hadir dalam launching karya terbaru Muladi, menegaskan bahwa ratifikasi Statuta Roma tidak perlu dikhawatirkan. “Mahkamah Pidana Internasional [ICC], sebagaimana diatur dalam Statuta Roma itu bersifat komplementer. Kejahatan domestik bisa dibawa ke ICC jika sebuah negara unable dan unwilling dalam mengadili kejahatan hak asasi manusia,” ujar Ifdhal.

 

Ifdhal juga menegaskan bahwa ratifikasi Statuta Roma akan melindungi warga negara Indonesia di luar negeri, seperti buruh migran dan tentara penjaga perdamaian.

 

Agus Widjojo, mantan Kepala Staf Teritorial TNI, menilai bahwa penyelesaian kejahatan di lembaga seperti ICC rentan dengan intervensi politik. Karena itu, Agus menegaskan, perlu ada pergeseran paradigma dalam menyikapi ratifikasi Statuta Roma. “Indonesia masih perlu waktu untuk bisa merealisasikan ratifikasi Statuta Roma,” pungkasnya.

 

Sebagai informasi, Statuta Roma yang disahkan pada 17 Juli 1998, telah mulai berlaku pada 1 Juli 2002. Hingga Oktober 2011, Statuta Roma telah ditandatangani oleh 139 negara. Sebanyak 119 negara telah meratifikasi perjanjian internasional ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags: