Siasat Pemerintah Hadapi Gugatan Kerugian BUMN
Utama

Siasat Pemerintah Hadapi Gugatan Kerugian BUMN

Pemerintah memegang teguh Pasal 2 huruf g dan i UU Keuangan Negara, tapi juga mengajukan RUU PNPD ke DPR.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP.
Foto: SGP.

Meski belum ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review Pasal 2 huruf g dan i UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pemerintah telah mengantisipasinya. Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Hadiyanto, seiring dilakukannya gugatan, pemerintah telah mengajukan pembahasan RUU Piutang Negara dan Piutang Daerah (PNPD) ke DPR.

Pembahasan RUU ini menjadi penting karena nantinya akan berkaitan dengan gugatan yang dilayangkan sejumlah dosen keuangan negara yang tergabung dalam Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI) dan Forum Hukum BUMN tersebut. Hal ini dikarenakan salah satu isi dari RUU tersebut adalah piutang BUMN bukan merupakan piutang negara.

Menurut Hadiyanto, penyusunan RUU yang merupakan inisiatif pemerintah itu bertujuan untuk menyelaraskan pengertian kekayaan negara yang dipisahkan. Terlebih lagi terkait dengan aspek pengelolaan dari korporasi BUMN itu sendiri. “Jadi kalau itu sudah menjadi uang korporasi maka hak dan kewajibannya korporasi, bukan kewajiban negara. Supaya disiplin dalam memisahkan hak dan tanggung jawabnya. Kan tidak mungkin utang korporasi menjadi utang negara,” ujarnya di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (10/9).

Ia mengatakan, pengajuan RUU ini sejalan dengan putusan MK sebelumnya yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 4, Pasal 8 dan Pasal 12 ayat (1) UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “badan-badan negara” dalam pasal-pasal itu. Artinya, secara tersirat MK menyatakan piutang badan usaha yang dikuasai negara (bank BUMN, red) tidak perlu menyerahkan piutang (tagihan) kepada PUPN lagi.

Meski begitu, kata Hadiyanto, gugatan UU Keuangan Negara dengan pengajuan RUU adalah dua cara pemerintah yang harus dibedakan. Sebagai pihak termohon dalam pengujian UU, pemerintah tetap berargumen bahwa sebelum ada putusan final dari MK yang menerima gugatan pemohon, pasal di UU Kekayaan Negara itu masih berlaku.

“Itu merupakan fakta yuridis yang kita miliki sekarang. Jadi pemerintah menjalankan tugas dan fungsi kepemerintahannya berdasarkan pasal yang ada di UU Kekayaan Negara tersebut,” kata Hadiyanto.

Namun jika MK mengabulkan gugatan para pemohon, pembahasan RUU Piutang Negara dan Piutang Daerah akan tergantung dari sikap politik DPR yang terdiri dari beragam fraksi. “RUU itu makin timely setelah ada putusan MK No. 77 Tahun 2012, jadi sejalan putusan MK dengan RUU. Apakah respon DPR terhadap kemajuan RUU, itu masih belum selesai, masih dibahas. DPR juga mencermati, menggali, melihat kebutuhan politik hukumnya seperti apa ke depan,” kata Hadiyanto.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait