Setya Novanto Kembali Didesak Mundur dari Ketua DPR
Berita

Setya Novanto Kembali Didesak Mundur dari Ketua DPR

Agar Setya Novanto fokus menghadapi proses hukum yang membelitnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Kalau sudah terganggu, tak ada gunanya lagi mempertahankan jabatan itu jika hanya untuk dinikmati sendiri sambil berupaya menggunakan kekuasaan itu untuk meluputkan diri dari pertanggungjawaban pidana yang dilakukan.”

 

Tidak hadir lagi

Hari ini, sedianya Setya Novanto diperiksa sebagai tersangka oleh KPK, tetapi lagi-lagi tidak hadir dan hanya mengirimkan surat. Juru Bicara KPK Febri Diansyah membeberkan surat dari pengacara Setya Novanto terkait ketidakhadiran kliennya memenuhi panggilan lembaga antirasuah itu untuk diperiksa sebagai tersangka dalam penyidikan kasus korupsi KTP elektronik.

 

"Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan tujuh poin yang pada pokoknya sama dengan surat sebelumnya," kata Febri di Jakarta, Rabu (15/11) seperti dikutip Antara.

 

Menurut Febri, pada Rabu sekitar pukul 10.00 WIB, KPK menerima surat tertanggal 14 November 2017 dengan kop surat kantor pengacara. Surat yang ditandatangani oleh Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Setya Novanto itu ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnas HAM, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI, Klien, dan Pertinggal.

 

Surat itu intinya menyatakan Setya Novanto belum bisa memenuhi panggilan KPK sampai adanya putusan MK terhadap permohonan judicial review UU KPK yang diajukan kuasa hukum Novanto. Baca Juga: Mangkir Panggilan, Setnov Malah Gugat UU KPK ke MK

 

Berikut isi surat terkait dengan ketidakhadiran Setya Novanto sebagai tersangka:

 

1. Klien telah menerima surat panggilan KPK tanggal 10 November 2017 untuk menghadap penyidik KPK

2. Dalam surat panggilan menyebutkan memanggil Setya Novanto, pekerjaan Ketua DPR RI dan seterusnya.

3. Bahwa berdasarkan: - Pasal 1 (3) UUD 1945: Negara Indonesia adalah Negara Hukum - Pasal 20 A huruf (3) UUD 1945 - Pasal 80 UU No. 17 Tahun 2014 - UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan.

4. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, Pasal 224 ayat (5) (Hak Imunitas Anggota DPR) dan Pasal 245 ayat (1).  

5. Bahwa adanya permohonan judicial review tentang wewenang memanggil klien kami selaku Ketua DPR RI dan seterusnya.

6. Bahwa pernyataan Ketua KPK tentang Pansus Angket dan seterusnya.

7. Bahwa adanya tugas negara pada klien kami untuk memimpin dan membuka Sidang Paripurna DPR pada 15 November 2017 Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK terhadap permohonan judicial review yang kami ajukan tersebut. (ANT)

Tags:

Berita Terkait