Serikat Pekerja Khawatir Kecelakaan Freeport Terulang
Berita

Serikat Pekerja Khawatir Kecelakaan Freeport Terulang

Selama konvensi ILO tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan belum diratifikasi.

ADY
Bacaan 2 Menit

Atas dasar itu Ikbal melihat kecelakaan tersebut bukan masalah sepele, namun harus ada proses hukum untuk menimbulkan efek jera. Ia mengatakan pada awal bulan depan, serikat pekerja bakal menyambangi Kementerian ESDM untuk menuntut pemerintah serius melakukan investigasi dan penegakan hukum. Jika tak terlihat upaya nyata dari pihak berwenang, Ikbal menyebut dalam mogok kerja nasional yang rencananya digelar 16 Agustus nanti, salah satu isu yang akan diperjuangkan adalah dituntaskannya kasus kecelakaan itu dan ratifikasi konvensi ILO No.176.

Pada kesempatan yang sama, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI, Pius Ginting, mengatakan lokasi pertambangan pertama kali yang dieksploitasi PT Freeport Indonesia di Papua, dinamakan Ertsberg, sudah habis. Kemudian, PT Freeport Indonesia membuat tambang terbuka serupa di wilayah yang letaknya sedikit ke timur dan mulai berproduksi pada 2001, lokasi penambangan itu dinamakan Grasberg. Dengan kekayaan yang terkandung di dalamnya, Pius menyebut Grasberg sebagai tambang emas terbesar di dunia.

Bahkan, berdasarkan data yang diperoleh tim geologis yang mendata kawasan tersebut sebelum kegiatan penambangan dimulai, emas dan tembaga di Grasberg bentuknya menggunung. Sehingga, untuk mengolahnya tak perlu repot menggali tanah. Namun, Pius memperkirakan cadangan tambang Grasberg akan habis 2016. Oleh karenanya, Pius berpendapat PT Freeport Indonesia menggali lebih dalam dan membuat tambang bawah tanah. Salah satunya Big Gossan yang memiliki konsentrasi tembaga dan emas tergolong tinggi.

“Jadi nanti (di PT Freeport Indonesia,-red) penambangan bukan tambang terbuka lagi tapi mekanisme tambang tertutup,” ucap Pius.

Pada tambang tertutup atau bawah tanah potensi ancaman bukan hanya rentan menimpa keselamatan dan kesehatan para pekerja, tapi juga lingkungan. Pasalnya, pengolahan tambang terbuka sudah menghasilkan banyak limbah yang disinyalir merusak lingkungan terutama daerah aliran sungai. Jika dibuka tambang baru di bawah tanah, maka jumlah limbah di tempat pembuangan limbah akan semakin banyak, menumpuk dan meluas.

Dari pantauannya, Pius mengatakan PT Freeport internasional bukan hanya dikritik oleh masyarakat lokal, tapi juga para investornya. Bahkan karena gerah dengan kegiatan bisnis PT Freeport Indonesia yang dianggap tidak memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian alam, ada salah satu investor yang menarik dananya. “PT Freeport tidak menjalankan bisnis yang berkelanjutan karena kerusakan alam yang dihasilkan (dari kegiatan produksi PT Freeport,-red) sangat parah,” urainya.

Tags: