Serikat Buruh Minta DPR Desak Pemerintah Batalkan Kenaikan BBM
Terbaru

Serikat Buruh Minta DPR Desak Pemerintah Batalkan Kenaikan BBM

Secara resmi serikat buruh yang tergabung dalam Aspek Indonesia telah menyurati 9 fraksi di DPR untuk mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM ini.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM menuai protes banyak kalangan terutama kalangan serikat buruh. Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, mengecam kebijakan tersebut karena terkesan dipaksakan di tengah kehidupan ekonomi masyarakat masih terpuruk. “Kenaikan harga BBM akan sangat memukul daya beli rakyat, memicu lonjakan inflasi, dan juga akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Mirah ketika dikonfirmasi, Senin (5/9/2022).

Sepatutnya pemerintah memberikan subsidi kepada rakyat, jangan malah merasa terbebani dengan subsidi tersebut. Program subsidi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah menjalankan mandat konstitusi untuk mensejahterakan rakyat. Langkah yang ditempuh Aspek Indonesia untuk mendorong dibatalkannya kenaikan harga BBM yakni melayangkan surat kepada 9 fraksi di DPR. Surat itu intinya meminta pimpinan partai politik yang ada di DPR untuk mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM.

“Surat ASPEK Indonesia ditujukan kepada pimpinan dan anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golongan Karya, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan,” beber Mirah.

Baca Juga:

Senada, Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan organisasinya menolak kenaikan harga BBM yang diumumkan pemerintah. Kebijakan itu membuat harga BBM jenis Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000/liter, solar subsidi naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800/liter, dan Pertamax naik dari Rp12.500 jadi Rp 14.500/liter.

Iqbal mencatat setidaknya 2 hal terkait kenaikan harga BBM. Pertama, kenaikan BBM semakin menurunkan daya beli masyarakat terutama buruh yang saat ini anjlok 30 persen. Setelah kenaikan BBM daya beli buruh bertambah merosot jadi 50 persen. "Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflasi menjadi 6,5% hingga 8%, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket," katanya ketika dikonfirmasi, Senin (5/9/2022).

Selain itu, Iqbal mengingatkan 3 tahun terakhir upah buruh tidak naik. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan menegaskan kenaikan upah minimum 2023 kembali menggunakan PP No.36 Tahun 2021 dimana besar kemungkinan upah minimum tahun 2023 tidak naik, seperti tahun sebelumnya.

Kedua, buruh menolak kenaikan BBM karena dilakukan di tengah turunnya harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM ini menurut Iqbal terkesan pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat. "Terlebih kenaikan ini dilakukan di tengah negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah," ujarnya.

Iqbal menyebut serikat buruh dan Partai Buruh akan menggelar demonstrasi pada 6 September 2022 untuk meminta pimpinan DPR memanggil Menko perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri terkait kebijakan perekonomian. Demonstrasi akan digelar di 33 provinsi.

Kalangan parlemen menolak

Sebelumnya, kalangan MPR, DPR, DPD pun menolak kenaikan harga BBM dalam kondisi ekonomi saat ini. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarif Hasan menilai kebijakan menaikkan harga BBM menjadi keputusan tanpa empati masyarakat luas. Sebab, keputusan tersebut ditetapkan di saat kondisi ekonomi dalam pemulihan pasca pendemi Covid-19. Dia yakin keputusan tersebut makin melemahkan daya beli masyarakat.

“Kebijakan ini akan semakin menyusahkan masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM),” ujarnya melalui keterangannya, Senin (5/9/2022).

Dia menyesalkan langkah pemerintahan Jokowi tersebut tanpa mendengar aspirasi dan kesulitan ekonomi yang dirasakan jutaan orang di tanah air. Sebaliknya, pemerintah hanya mementingkan pembangunan proyek yang tidak bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak, khusunya masyarakat kecil. Seperti pembangunan ibu kota nusantara (IKN) dan kereta cepat Jakarta – Bandung yang menelan biaya ratusan triliun.

Baginya, alasan menaikkan harga BBM bersubsidi tidaklah beralasan. Bila alibi pemerintah BBM bersubsidi banyak diakses kalangan orang mampu, maka yang perlu dilakukan pemerintahan Jokowi dengan mengendalikan dan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. “Bukan malah menaikkan harga BBM bersubsidi di tengah harga minyak dunia cenderung menurun,” kritiknya.

Sementara Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmd Mattaliti bila kenaikan harga BBM bersubsidi bakal membuat rakyat semakin menderita dan menambah jumlah kemiskinan, pemerintah semestinya terlarang mengambil langkah tersebut sebagai sebuah kebijakan. Apalagi diyakini BLT belum seratus persen menjawab persoalan tingginya inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi.

“Kebijakan harga BBM subsidi dengan ‘mengakali’ pemberian BLT kepada masyarakat merupakan jalan sesaat dan tidak berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat,” kata AA LaNyalla Mahmd Mattaliti.  

Menurutnya, banyak solusi yang dapat dilakukan pemerintah selain menaikkan harga BBM subsidi, seperti mekanisme pembatasan BBM bersubsidi secara ketat. Tapi pemerintah enggan dan malah mengambil keputusan yang justru makin menyusahkan rakyat dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.

“Kami berharap apa yang dilakukan pemerintah ini benar-benar sudah dihitung dengan matang, karena dampak ikutannya sangatlah berat,” katanya.

Terpisah, anggota Komisi VIII DPR Achmad menyesalkan keputusan pemerintahan Jokowi yang menaikkan harga BBM bersubsidi di tengah situasi harga minyak dunia menurun.  Ironisnya, negara jiran Malaysia menurunkan harga BBM di tengah meroketnya harga bahan bakar di Indonesia.

Ia melihat alibi pemerintah mencabut subsidi BBM disebabkan 70 persen dinikmati kalangan mampu. Padahal, hal ini menunjukkan bahwa alasan tersebut menunjukkan pemerintah tak becus dalam bekerja. Pemerintah Jokowi dinilai lemah bahkan tak mampu mengatur dan mendistribusikan BBM bersubsidi secara tepat sasaran.

Apalagi menyalurkan BLT secara tepat sasaran sebagai pengganti subsidi. Dia menilai langkah tersebut tak akan efektif, karena bersifat sementara dan dipastikan tak merata. Pemerintah semestinya fokus pada pemulihan dan pemerataan ekonomi agar kesejahteraan rakyat meningkat.

“Justru dengan BLT akan terjadi lagi hiruk pikuk di masyarakat. Karena berhubungan lagi dengan data. Ada yang seharusnya menerima, tapi mereka tidak terdata, ini malah terjadi lagi gesekan sosial di masyarakat nantinya,” bebernya.

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher menilai kebijakan menaikkan BBM bersubsidi kian mencekik rakyatnya sendiri. Pemerintah dinilai bebal tanpa mau mendengar kesulitan ekonomi rakyatnya akibat efek domino dari pandemi Covid-19 yang belum tuntas. Dia berpendapat dampak dari kenaikan BBM bersubsidi memiliki dampak domino terhadap kenaikan harga barang pokok dan berbagai komoditas lain.

“Sehingga keluarga pra sejahtera yang menjadi wajah ‘wong cilik’ makin sulit memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Selain itu, upaya pemerintah dalam berbagai program nasional, seperti, penurunan stunting, penurunan angka kematian ibu, terancam gagal karena rakyat tidak memiliki daya beli yang cukup,” dalihnya.

Kebijakan pemerintah memberikan bantalan berupa bantuan subsidi upah ataupun BLT, tidak sebanding dengan dampak kenaikan BBM bersubsidi. Menurutnya, BLT merupakan penyelesaian instan (sesaat) yang tidak efektif menutup dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah semestinya mencari terobosan dalam menambah pos anggaran dengan penghematan, menekan kebocoran, dan menunda pengeluaran pos infrastruktur yang tidak mendesak atau tidak perlu.  

Tags:

Berita Terkait