Sektor Pertanian Hadapi Imbas Perjanjian Perdagangan Regional
Berita

Sektor Pertanian Hadapi Imbas Perjanjian Perdagangan Regional

Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Perbaikan Iklim Investasi bisa diterapkan untuk sektor pertanian.

CRF/Mys
Bacaan 2 Menit
Sektor Pertanian Hadapi Imbas Perjanjian Perdagangan Regional
Hukumonline

 

Kelompok yang menentang TRIPs-WTO sudah lama mengkhawatirkan imbas perjanjian perdagangan terhadap hak-hak kekayaan intelektual. Paten korporasi dipandang akan menghalangi konsumen atas obat-obatan dasar dan produk lainnya. Negara miskin akan sulit meningkatkan kesejahteraan sosial warganya, seperti disinggung oleh Changhui. Para penentang berpendapat bahwa tidak ada dasar untuk memasukkan klaim kepemilikan intelektual korporasi ke dalam perjanjian perdagangan.

 

Dalam perdagangan regional dan global, Indonesia memang sering menghadapi kendala. Masih ada sejumlah hambatan di bidang peraturan. Departemen Pertanian akan mendorong tumbuhnya investasi. Ini sejalan dengan Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. "Investasi di bidang pertanian harus terus dilanjutkan," ujar Anton Apriantono. Selain perbaikan investasi, menurut Menteri Anton, saat ini pemerintah Indonesia menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas.

Pengembangan sektor pertanian di Indonesia semakin lama semakin terintegrasi dengan dunia lain seperti kawasan Asia Pasifik. Perjanjian WTO, misalnya, akan membawa imbas terhadap pengembangan pertanian di Tanah Air. Ironisnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di kawasan Asia Pasifik justeru tidak diimbangi pemerataan. Produk-produk pertanian dan pangan mengalami kemajuan pesat, tetapi asupan kalori penduduk miskin terus mengalami penurunan. Akibatnya, kesenjangan terus terjadi di tengah menguatkan perjanjian perdagangan regional.

 

Asisten Direktur Jenderal Badan PBB untuk Urusan Pangan FAO, He Changhui berharap negara-negara di kawasan Asia Pasifik tidak menyia-nyiakan perkembangan sektor pangan dan pertanian tersebut. Sebab, tantangan yang akan dihadapi di masa depan akan semakin berat. "Realisasi komitmen Word Food Summit dan UN Millenium Development Goal merupakan tantangan yang sangat besar bagi kita semua," ujar Changhui, dalam pembukaan pertemuan tingkat pejabat senior Sidang FAO Wilayah Asia Pasifik di Jakarta, Senin (15/5) kemarin.

 

Changhui sempat menyinggung perkembangan perjanjian perdagangan bilateral dan regional. Perjanjian-perjanjian perdagangan, terutama di sektor pangan dan pertanian, perlu dihadapi negara-negara Asia Pasifik dengan kesiapan. Tentu saja, integrasi perdagangan itu akan berpengaruh pada aturan ekspor impor di suatu negara. Hal lain yang tidak bisa dihindari adalah investasi di bidang pertanian dan pangan.

 

Senada dengan Changhui, Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan bahwa pasar global harus segera dibuka dan hambatan-hambatan perdagangan harus dihilangkan. Menteri Pertanian bahkan menegaskan bahwa Indonesia harus bekerja sama mempromosikan perdagangan internasional yang bebas dan adil. Indonesia harus mencermati perkembangan diskusi dan implementasi kerangka kerja Worl Trade Organization (WTO).

 

Perjanjian perdagangan regional seperti WTO tak bisa dilepaskan dari berbagai masalah hukum, terutama aspek hak kekayaan intelektual produk-produk pertanian dan pangan. Perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights), misalnya, memunculkan perdebatan dengan perlindungan paten korporasi. Sangat mungkin produk pertanian dan pangan asal Indonesia justeru dipatenkan di luar negeri. Oleh karena itu, kesiapan sektor pertanian menghadapi imbas perdagangan regional mutlak perlu.

Tags: