Sejumlah Alasan LBH Jakarta Minta Pemerintah Cabut Aturan PSE Lingkup Privat
Utama

Sejumlah Alasan LBH Jakarta Minta Pemerintah Cabut Aturan PSE Lingkup Privat

Sekaligus mencabut pemblokiran terhadap 8 laman dan aplikasi daring. Sebab, pemblokiran dilakukan secara sewenang-wenang tidak melalui putusan pengadilan sehingga menghilangkan prinsip-prinsip HAM.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Permenkominfo No.5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai standar dan mekanisme pembatasan HAM,” kata Arif ketika dikonfirmasi, Senin (1/8/2022).

Ketiga, pemblokiran itu merupakan perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintah. Kominfo seharusnya memastikan pemenuhan standar dan mekanisme HAM dalam penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia. Pemerintah harus melihat kembali putusan PTUN 230/G/TF/2019/PTUN-JKT terkait perlambatan (throttling) akses/bandwidth di wilayah Papua dan Papua Barat.

“Putusan PTUN itu seharusnya menjadikan Kominfo lebih mengedepankan standar dan mekanisme HAM serta prinsip kehati-hatian (prudential) dalam melakukan tindakan pemblokiran sistem internet dan aplikasi karena dampaknya sangat serius terhadap HAM,” usul Arif.

Keempat, Permenkominfo No.5 Tahun 2020 menurut Arif substansinya bermasalah. Beleid itu dapat melakukan intervensi langsung kepada platform untuk menghapus konten dengan dalih “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.” Padahal tidak ada standar untuk menentukan kapan suatu konten dapat dianggap meresahkan masyarakat dan/atau mengganggu ketertiban umum.

Bagi Arif, subjektivitas penentuan standar itu dapat berdampak pada pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk berkomunikasi dan mendapat informasi. Permenkominfo No.5 Tahun 2020 juga bermasalah karena memuat aturan yang bisa melanggar privasi dengan alasan pengawasan dan penegakan hukum. LBH Jakarta mencatat Indonesia merupakan negara yang paling banyak meminta penghapusan konten.

Kelima, pemerintah dan DPR harusnya fokus melindungi data pribadi warga negara dengan mempercepat proses legislasi RUU Perlindungan Data Pribadi. Keenam, pemerintah juga harusnya fokus pada kesiapan perangkat aturan untuk menekan tingginya kekerasan seksual berbasis gender secara daring. Serta penyebaran konten intim non konsensual setelah terbitnya UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Arif menegaskan lembaganya mendesak pemerintah untuk mencabut pemblokiran terhadap 8 laman dan aplikasi daring sekaligus mencabut Permenkominfo No.5 Tahun 2020. Pemerintah dan DPR perlu mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Data pribadi. Pemerintah harus fokus menyiapkan perangkat aturan untuk menghapus dan/atau memutus akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan kekerasan seksual.

Tags:

Berita Terkait