Sederet Harapan untuk Pimpinan KPU dan Bawaslu yang Baru
Terbaru

Sederet Harapan untuk Pimpinan KPU dan Bawaslu yang Baru

KPU dan Bawaslu perlu membangun budaya kerja yang terbuka, transparan, akuntabel, profesional, antikorupsi, dan partisipatoris dalam menyelenggarakan pemilu 2024.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit

Meski demikian, dirinya menilai perbaikan dari beberapa aspek terlihat lewat penyelenggaraan Pilkada 2020 di masa Pandemi yang berjalan relatif lebih baik dengan berbagai terobosan yang dilakukan, seperti pada pelaksanaan kampanye dan penertiban pada hari pemungutan suara. Patut diingat, dari masa ke masa problem penyelenggaraan dan pelanggaran pemilu tertinggi terjadi pada tahapan pelaksanaan kampanye dan hari pemungutan suara.

Masalah yang lain juga juga sering terjadi pada saat penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Persoalan ini seringkali memicu ketidakpastian hukum karena profesionalisme, kemandirian, dan akuntabilitas penyelenggara pemilu sebagai prinsip seringkali dilanggar.

Dari sisi teknologi, Saihu menekankan agar kemajuan teknologi informasi menjadi keniscayaan dunia kepemiluan untuk terus berbenah menjadi lebih modern. Penyelenggara Pemilu yang profesional harusnya mampu mengikuti arus globalisasi digital untuk dimanfaatkan dalam setiap aspek kepemiluan. “Digitalisasi pemilu bukan saja untuk keperluan e-voting, tapi dapat dimanfaatkan untuk verifikasi identitas pemilih, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilihan. Tentu banyak cara menuju pemilu digital,” ujarnya.

Kolaborasi

Merujuk awal kelahirannya, KPU, Bawaslu, juga DKPP berada dalam kategori state auxiliary organ. Ketiga lembaga ini berfungsi sebagai penunjang, pendukung, atau pelengkap (supporting organ) bagi lembaga-lembaga negara utama yang merupakan principal atau main organ, meski memiliki kewenangan (authority/gezag) yang bersifat independen atau mandiri.

“Mustahil tugas fungsi KPU, Bawaslu, DKPP berhasil tanpa kolaborasi dengan lembaga lain, utamanya lembaga negara terkait dan organisasi civil society,” terang Saihu.

Menurutnya, kerja sama yang sudah terbangun harus dikuatkan, bukan saja terkait masalah teknis, tapi juga harus diperhatikan aspek regulasi (batasan-batasan) yang menjadi tabir sifat masing-masing lembaga, termasuk juga di dalamnya terkait masalah substansi. Agenda-agenda koordinasi dan konsolidasi secara berkala dalam forum diskusi antar lembaga (Tri Partit) semestinya menjadi tradisi yang lebih baik antara KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam rangka membangun publik trust. Forum Tri Partit sangat penting untuk menjelaskan core business masing-masing lembaga dan untuk menjaga marwah KPU, Bawaslu, dan DKPP.

Kerja sama dengan lembaga negara terkait misalnya, dengan Kementerian Dalam Negeri khususnya terkait data pemilih, juga kemandirian pegawai/kesekretariatan. Kemudian dengan KemenkumHAM untuk harmonisasi berbagai peraturan yang lebih visioner, juga terkait nasib pemilih dalam lingkungan kemenkumham, seperti warga binaan pada lembaga pemasyarakatan,

Dengan Kementerian Sosial, jaminan hak memilih bagi masyarakat difabel, penghuni panti jompo, masyarakat pedalaman, kaum papa dan miskin kota yang hidupnya berpindah-pindah harus diperhatikan. Kemudian dengan Kementerian Agama, di antaranya pada perilaku kampanye dan provokasi isu SARA di rumah ibadah. Sementara dengan Mendikbud untuk pengetahuan kepemiluan dan pendidikan pemilih pemula. Dengan Menkominfo untuk pemanfaatan teknologi informasi, penggunaan media mainstream dan media sosial, serta batasan-batasannya. Dengan TNI dan Polri untuk keamanan, ketahanan negara dan peran Kamtibmas pada semua tahapan pemilu.

Terakhir, dengan Kementerian Kesehatan untuk jaminan kesehatan penyelenggara dan pemilih, juga perlindungan dan pendataan (update) hak pilih pada pasien rumah sakit. Suatu terobosan baik contohnya sudah diinisiasi KPU, kerja sama dengan Menkes ditandai penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pemanfaatan data pemilih pada pemilu untuk pendataan sasaran pelaksanaan vaksinasi COVID-19.

“Semoga semangat memperluas kolaborasi dengan lembaga negara terkait melalui prinsip saling percaya, menjaga keamanan, serta penghormatan kemandirian (imparsialitas) sesuai peraturan perundang-undangan, Pemilu dan Pilkada 2024 akan tercatat dalam sejarah dunia sebagai pemilu terbesar, terumit, tapi sukses diselenggarakan di Indonesia,” tutup Shaihu.

Tags:

Berita Terkait