Sebaran Pemberi Bantuan Hukum Tak Merata
Berita

Sebaran Pemberi Bantuan Hukum Tak Merata

Skor akses terhadap keadilan masih rendah.

M-15/MYS
Bacaan 2 Menit
Sebaran Pemberi Bantuan Hukum Tak Merata
Hukumonline

Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin, yang diamanatkan UU No. 16 Tahun 2011, merupakan salah satu upaya memperkuat akses terhadap keadilan. Melalui program bantuan hukum, setiap warga miskin berhak meminta dana bantuan hukum melalui lembaga yang disebut Pemberi Bantuan Hukum (PBH).

Ironisnya, komposisi PBH di Indonesia belum merata. Jumlah PBH yang mendaftar melalui Panitia Verifikasi dan Akreditasi di Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan lokasi PBH belum merata. PBH menumpuk di kota-kota besar, termasuk ibukota provinsi.

Begitupun temuan sementara Panitia Verifikasi dan Akreditasi yang sebulan terakhir terjun ke daerah-daerah. Anggota Panitia Verifikasi, Alvon Kurnia Palma, menjelaskan sebagian besar PBH di daerah berada di ibukota provinsi. Kondisi ini akan menyulitkan masyarakat mengakses dana bantuan hukum yang disediakan pemerintah. Apalagi daerah-daerah yang dari ibukota provinsi sangat jauh.

Alvon memberi contoh warga miskin di Lumbu, Sulawesi Tengah, harus menempuh 10 jam perjalanan untuk sampai ke Palu. PBH juga akan kesulitan terjun langsung ke Lumbu karena biaya yang disediakan untuk perkara hanya sekitar 5 juta rupiah. Karena itu, Ketua Badan Pengurus YLBHI ini meminta agar anggaran bantuan hukum lebih didasarkan pada proporsionalitas, bukan dengan pukul rata untuk setiap kasus. Penyamarataan justru akan mempersulit PBH memberikan bantuan hukum mengingat sebarannya belum merata di seluruh Tanah Air.

Belum lagi melihat fakta tentang kualitas sumber daya manusia PBH. Tidak semua PBH bisa menjalankan program bantuan hukum sesuai harapan pemerintah. Jumlah advokat juga belum merata sehingga keharusan ada advokat di setiap PBH pasti akan menyulitkan sebagian PBH di wilayah kabupaten/kota. Apalagi seorang advokat mempunyai keterbatasan untuk menyelesaikan perkara dalam waktu tertentu. “Satu orang lawyer itu dalam satu minggu hanya mampu rata-rata menyelesaikan tiga kasus,” ujar Alvon.

Salah satu solusi mengatasi persoalan ini, kata Alvon, adalah dukungan pemerintah daerah. Pemda bisa menyediakan anggaran bantuan hukum dalam APBD agar pemberian bantuan hukum lebih luas cakupannya. Tentu saja, dibutuhkan inisiatif daerah untuk mengaturnya, seperti yang sudah dilakukan Sumatera Selatan dan Makassar. Di sini, pemerintah daerah menyediakan dana bantuan hukum bagi rakyat miskin.

Masalahnya, Alvon mengakui, ‘tidak semua daerah punya uang cukup untuk membiayai bantuan hukum’. Keterbatasan dana tampaknya bakal menjadi hambatan dalam pemberikan bantuan hukum yang merata kepada masyarakat miskin.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait