Sarat Moral Hazard Jadi Dalil Penolakan UU Cipta Kerja
Berita

Sarat Moral Hazard Jadi Dalil Penolakan UU Cipta Kerja

Asia-Europe People’s Forum (AEPF) telah mengumpulkan hampir 150 tandatangan di atas pernyataan solidaritas terhadap perjuangan demokrasi di Indonesia.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit

Mengundang Perhatian

Situasi ini pada akhirnya ikut mengundang perhatian pihak asing. Asia-Europe People’s Forum (AEPF) telah mengumpulkan hampir 150 tantadatangan di atas pernyataan solidaritas terhadap perjuangan demokrasi di Indonesia. Dalam pernyataannya AEPF menyampaikan solidaritasnya terhadap gerakan rakyat di Indonesia yang tengah berjuang untuk merebut kembali hak-hak demokrasi dan kedaulatan ekonomi melawan kekuatan monopoli oligarki dan korporasi yang didukung oleh Pemerintah Indonesia, karena menyetujui UU Cipta Kerja.

“Kami mengutuk segala bentuk pembungkaman suara rakyat, terutama ketika aparat keamanan digunakan untuk mengekang protes rakyat, dan protes damai dibubarkan oleh polisi bersenjata,” ujar  AEPF IOC Member, Kris Vanslambrouck  

Menurut Kris, tindakan ini tidak bisa diterima di dunia yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sejati. Dirinya menilai, perilaku para pembuat kebijakan Indonesia merupakan penyimpangan dari akuntabilitas dan penyimpangan dari prinsip-prinsip demokrasi yang telah dijanjikan Indonesia kepada rakyatnya.  Perilaku ini menunjukkan dergradasi secara sistematis terhadap demokrasi di Indonesia.

Rachmi Hertanti yang juga merupakan anggota AEPF menyebut, pandemi Covid-19 saat ini tidak bisa dijadikan penutup untuk mengelabui masyarakat dan mengambil keputusan yang berdampak luar biasa bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. “Pembatasan pergerakan harus ada untuk semua orang, baik masyarakat sipil dan pengambil keputusan, tetapi telah digunakan sebagai metode rahasia di mana orang-orang tidak dapat bergerak karena ancaman dan ketakutan yang berasal dari Covid-19,” ujar Rachmi.

Rachmi menilai banyak pihak dan juga publik di tanah air tidak percaya bahwa  hanya ada pilihan hitam-putih dalam situasi seperti saat ini antara menyelamatkan krisis ekonomi atau mencegah penyebaran Covid-19.  Menurut Rachmi, ada banyak metode alternatif untuk menyelamatkan ekonomi melalui konsultasi dengan serikat pekerja, pekerja dan masyarakat sipil.

AEPF IOC Member lannya, Anuradha Chenoy menyampaikan keprihatinannya terhadap dengan kebijakan ekonomi Indonesia saat ini yang didasarkan pada kebijakan ekstraktif yang destruktif dengan mengabaikan strategi ekologi, eksploitatif, dan monopoli yang halus yang menekankan pada keuntungan sebagai lawan ekuitas, tanpa perlindungan apa pun untuk hak asasi manusia. Model ini sudah tidak berlaku. 

“Saat ini, kita hidup di dunia yang berbeda, di mana orang-orang sadar akan hak dan pilihan mereka.  Kita butuh kebijakan baru, krisis kapitalisme permanen tidak bisa lagi diatasi dengan profit only dengan kebijakan business as usual,” ujarnya.

AEPF Europe Focal Point, Pietje Verset menyebutkan, dalam masyarakat di mana model ekonomi kapitalistik masih dianggap sebagai satu-satunya resep pertumbuhan ekonomi, ketimpangan sosial dan ekonomi akan semakin tajam dan terpolarisasi yang menjadi basis konflik sosial.  “Lebih jauh, kebijakan-kebijakan ini hanya mendorong kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki dan itu akan meningkatkan iklim yang merusak yang oleh dunia diakui sebagai ancaman eksistensial,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait