Saran Para Akademisi agar Polemik UU Cipta Kerja Tak Terulang
Terbaru

Saran Para Akademisi agar Polemik UU Cipta Kerja Tak Terulang

Jangan sampai perbaikan UU Cipta Kerja selama 2 tahun ini hanya ditujukan untuk melegitimasi metode omnibus law saja.

MR 40
Bacaan 3 Menit

Sebagai payung hukum, UU Cipta Kerja ini memuat banyak aturan turunan yang justru menimbulkan berbagai materi yang kontroversial. King Faisal memberikan saran mengenai kontroversi yang berkaitan dengan investasi pertambangan minyak, energi dan batubara di antaranya seperti polemik multi sektoral perizinan tambang, monopoli tanah negara minimal 30% melalui pembentukan Badan bank Tanah (BBT) dengan segala implikasi hukumnya dan penghapusan izin lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang sarat kontroversial sebaiknya dihapus.

“Selain tidak pijakan dan dasar filosofis yang kuat, pengaturan materi ini hanya akan membuka potensi terjadinya praktek kejahatan korupsi di dunia pertambangan minerba.” Ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Idul Rishan menyampaikan, bahwa perbaikan UU Cipta Kerja tidak hanya memperbaiki aspek formil semata, tapi juga, perbaikan dari sisi materiil. “Jangan sampai perbaikan UU Cipta Kerja selama 2 tahun ini hanya ditujukan untuk melegitimasi metode omnibus law saja, apakah hal itu dimasukan ke dalam UU P3 atau dalam UU tersendiri,” katanya.

Ia mengingatkan ada 6 indikator yang perlu dipenuhi dalam dalam perbaikan UU Cipta Kerja sebagai bagian dari pembentukan hukum nasional. Keenam indikator tersebut antara lain aspek legalitas, validitas, partisipasi, keterbukaan, kehati-hatian, akseptabilitas.

Menurutnya, UU Cipta Kerja memiliki kerusakan secara massif pada prosedur pembentukannya mulai dari tahap pengajuan pembahasan persetujuan pengesahan dan pengundangan. Atas dasar itu, indikator yang belum terpenuhi dari UU Cipta Kerja sebelumnya adalah aspek legalitas dan validitas dalam khususnya saat pengajuan dan penyusunan termasuk naskah akademik.

Bersamaan dengan itu, Aan Eko Widiarto selaku dosen perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya juga menyuarakan opininya atas perbaikan UU Cipta Kerja yang masih mengandung banyak kesalahan. Ia menyarankan 3 langkah alternatif perbaikan UU Cipta Kerja pasca putusan MK.

Pertama, perbaikan kesalahan UU Cipta Kerja sesuai dengan ratio decidendi Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dengan mendasarkan pada UU P3. Kedua, perbaikan dengan mendasarkan pada UU P3 yang sesuai dengan ratio decidendi Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. Ketiga, pencabutan UU Cipta Kerja dan kembali pada norma UU yang sudah ada sebelumnya.

"Metode omnibus law belum diadopsi dalam UU P3. Seharusnya secara hukum prosedural, hukum acara, acaranya harus ada dulu sebelum kegiatannya. Ini kegiatannya ada dulu, hukum acaranya tidak ada, berarti tidak pakai acara. Dari prosedur itu nanti akan menghasilkan substansi hukum yang baik. Prosedural penting dalam rangka menjaga substa nsi hukum," tutupnya.

Tags:

Berita Terkait