Saran Ahli Hukum ke KPK tentang Lepasnya Terdakwa BLBI
Berita

Saran Ahli Hukum ke KPK tentang Lepasnya Terdakwa BLBI

KPK bisa ajukan uji materi untuk mencari celah ajukan PK

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Ia membandingkan sifat dari putusan MK dan putusan MA yang hanya menjadi yurisprudensi dan tidak bersifat mengikat. “Nilai masyarakat selalu berubah, berapa lama putusan MK ini tidak bisa berubah. Saya setuju semacam yursiprudensi MA, itu kan dia tidak mengikat yang lain, satu putusan dengan yang lain bisa berubah. Okelah mereka 9 majelis panel terus kan, kita batasi. Saran saya itu, berapa tahun yang cocok sesuai dengan perkembangan masyarakat kita, contohnya mengenai PK ini,” jelasnya.

 

Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menilai putusan MK bersifat final and binding termasuk mengenai PK. Sehingga aparat penegak hukum jika mengacu pada putusan tersebut tidak bisa lagi mengajukan PK. "Dengan melihat pada putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 maka tidak ada celah bagi siapapun untuk melakukan PK kecuali terpidana atau ahli warisnya," pungkasnya. 

 

Mengutip putusan MK, ia menjelaskan Pasal 263 ayat (1) KUHAP memuat 4 landasan pokok; Pertama, PK hanya diajukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kedua, PK tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan. Ketiga, permohonan PK hanya dapat diajukan terpidana atau ahli warisnya. Keempat, PK hanya dapat diajukan terhadap putusan pemidanaan.

 

(Baca juga: Empat Fakta Lepasnya Terdakwa BLBI di MA)

 

Disinggung apakah hal ini termasuk dalam perkara Syafruddin Arsyad Tumenggung, Bayu memang mengatakan keputusan itu untuk seluruh perkara. Sebab putusan MK tidak berbicara mengenai kasus tertentu, tetapi MK memutus konstitusionalitas norma yang sifat putusan MK selain final juga erga omnes (berlaku untuk semua perkara). "Jadi perkara konkret lah yang harus menyesuaikan dengan putusan MK dan bukan sebaliknya," terangnya. 

 

Saat ditanya apakah KPK bisa menguji kembali Pasal 263 ayat (1) KUHAP untuk mencari celah melakukan PK, Bayu mengamininya. "Bisa saja asal ada alasan konstitusional yang berbeda secara nyata," tuturnya. 

 

Dihubungi hukumonline, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif belum mau berbicara banyak mengenai langkah apa yang akan diambil lembaganya atas lepasnya Syafruddin dari tuntutan hukum. "Belum terima putusan lengkap dari MA," ujarnya. 

Tags:

Berita Terkait