Meskipun Putusan MK No. 48/PUU-XI/2013 dan 62/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa keuangan negara yang dikelola oleh BUMN tetap terletak di ranah keuangan negara. Sebab, keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 1 angka 1 maupun Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menggunakan konsep luas dan komprehensif. Namun menurut Riawan, kedua putusan tersebut belum mengatur secara eksplisit status keuangan yang dikelola BUMN sebagai bentuk penyertaan modal BUMN kepada BUMN lain dan status kedudukan hukum anak perusahaan BUMN.
Selanjutnya, dalam tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance), Riawan menegaskan tidak diperbolehkan segala bentuk aktivitas privat digunakan sebagai arena untuk memutus kendali pengawasan negara terhadap aliran uang BUMN yang dikelola anak perusahaan BUMN. Untuk itu, tetap terdapat kewenangan penyidik di bidang tindak pidana korupsi untuk melakukan penegakan hukum dalam hal terjadi penyalagunaan keuangan negara pada BUMN maupun anak perusahaan BUMN.
Hal ini dalam konteks pemberlakuan khusus UU Pemberantasan Tipikor untuk mengikuti aliran keuangan negara (teori aliran) dimanapun uang itu berada termasuk di tangan subyek hukum nonpemerintah. “Namun, hal itu tidak dimaksudkan menyamakan status hukum anak perusahaan BUMN dengan BUMN induknya karena sudah dikecualikan oleh kriteria penyertaan langsung. Hal ini sesuai Pasal 1 angka 1 UU BUMN, Pasal 2A, Pasal 2A ayat (2), dan Pasal 7 PP No. 72 Tahun 2016,” katanya.