Saksi Akui Pinjamkan Uang untuk Gulat Manurung
Berita

Saksi Akui Pinjamkan Uang untuk Gulat Manurung

Meskipun juga memiliki perusahaan sawit, saksi mengaku tidak tahu uang itu digunakan untuk suap pengurusan izin perkebunan sawit.

ANT
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus suap alih fungsi hutan Riau tahun, Gulat Medali Emas Manurung. Foto: RES
Terdakwa kasus suap alih fungsi hutan Riau tahun, Gulat Medali Emas Manurung. Foto: RES
Saksi Edison Marudut Marsadauli mengungkapkan sumber uang Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau, Gulat Medali Emas Manurung yang kemudian ternyata diberikan sebagai suap kepada Gubernur Riau 2014-2019 Annas Mamun. Menurut Edison, uang itu berasal dari dirinya dalam bentuk pinjaman.

"Pak Gulat minta tolong pinjam uang ke saya Rp1,5 miliar sekitar 22 September, saya jawab saya cek dulu. Lalu 23 September uang saya ambil dari perusahaan saya," kata Edison dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/12).

Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Edison memberikan sebesar 125.000 dolar AS atau setara Rp1,5 miliar kepada Gulat dari bagian uang suap sebesar 166.100 dolar AS atau setara Rp2 miliar. Suap itu diberikan agar Annas memasukkan areal kebun sawit milik Gulat dan teman-temannya di kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di provinsi Riau.

Edison yang merupakan direktur utama PT Citra Hokiana Triutama mengaku meminjamkan uang tersebut ke Gulat karena merupakan teman baiknya dan juga mengharapkan tambahan pengembalian uang pinjaman. Gulat, kata dia, berjanji akan mengembalikan bulan Desember 2014.

"Sudah biasa (meminjamkan), pertemanan saja, beliau janji Desember ini akan dikembalikan. Harapan ada, karena beliau juga kadang suka kasil lebih (pengembalian pinjaman), kalau ada rezeki bisa tambah 1,5 persen," ungkap Edison.

Peminjaman uang itu sendiri pun dicatat dalam kuitansi oleh karyawan PT Anugerah Kelola Artha Hendra Siahaan dengan ditandatangani oleh Gulat Manurung. Tidak hanya meminjamkan uang, Edison juga mengantarkan Gulat ke tempat penukaran uang, PT Ayu Masagung di Kwitang Jakarta Pusat untuk menukarkan uang 166.100 dolar AS yang dibawa Gulat (termasuk uang dari Edison) menjadi 156.000 dolar Singapura dan Rp500 juta.

"Yang saya datang ke kantor Pak Gulat itu untuk memberikan undangan agar Pak Gubernur datang ke pesta gereja kami dan agar dana yang dijanjikan bisa turun, saya wakil ketua panitia pesta," tambah Edison yang ternyata juga memiliki area perkebunan sawit.

Meskipun mengaku tidak tahu bahwa uang yang dipinjam Gulat untuk mengurus surat revisi izin perkebunan sawit, namun anggota majelis hakim Joko Subagyo mencecar Edison terkait tindakannya yang memberikan KTP saat menukarkan uang di PT Ayu Masagung dan membubuhkan paraf dalam form tujuang menukaran dana.

"Kalau Anda namanya menemani ya sudah, tidak perlu masuk ke ruangan tapi ini atas nama KTP saudara, form ditandatangani saudara, hakim kalau menemukan sedikit saja tidak masuk akal ya maka kita kejar, majelis yang nanti akan menilai," kata Joko kepada Edison.

"Ya memang itu yang terjadi yang mulia kebetulan saya datang ke Jakarta. Pak Gulat KTP-nya ketinggalan di hotel, kalau tanda tangan benar saya yang paraf dan dalam form isian itu juga yang mengisi Pak Gulat atau petugas 'money changer'. Saya paraf di situ kata-katanya hanya untuk berobat dan untuk penukaran dolar Singapura," jawab Edison.

KPK menangkap Gulat dan Annas dalam operasi tangkap tangan pada 25 September 2014 di rumah Annas di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 No 2 Cibubur Jawa Barat dengan barang bukti 156.000 dolar Singapura dan Rp60 juta. Dalam perkara ini, Gulat dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Tags:

Berita Terkait