Safenet Minta Pemerintah Batalkan Permenkominfo PSE Lingkup Privat
Terbaru

Safenet Minta Pemerintah Batalkan Permenkominfo PSE Lingkup Privat

Mulai materi muatannya berpotensi bertentangan dengan Pasal 12 Deklarasi Universal HAM, Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, hingga three part test belum diatur ketat dalam mekanisme hukum. Kominfo mengimbau agar publik tak menyebarkan informasi atau analisa sepihak terkait Permenkominfo 5/2020 tanpa melakukan penelitian mendalam.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Hal tersebut menandakan dua hal yakni potensi pembatasan hak atau kebebasan. Bahkan amat mungkin mengganggu kepentingan PSE lingkup privat bila tidak dengan alasan yang legitimate dan tak proporsional. Selanjutnya, standar pembatasannya dalam soal pemutusan akses perlu dilihat secara mendalam sejauh mana memberikan jaminan perlindungan hak.

“Termasuk ada atau tidak mekanisme yang memadai untuk komplain yang disebut grievance mechanism dalam akses keadilan atas layanan publik.”

Kelima, kata ‘dilarang’ dalam Pasal 9 ayat (3) dan (4) memiliki jangkauan yang dapat amat luas. Bahkan penafsirannya membuka ruang perdebatan sendiri. Terutama bila terjadi konflik kepentingan bagi lembaga negara atau aparat penegak hukum. Misalnya, apa yang dimaksudkan dengan “meresahkan masyarakat”. Kemudian bagaimana ukuran atau standarnya, siapa yang memiliki wewenang menentukannya dan bagaimana bila publik merasa bahwa itu bukan bagian dari hal yang “meresahkan masyarakat”.

Keenam, terkait dengan Bab IV, Pasal 14 yang mengatur soal permohonan pemutusan akses perlu mempertimbangkan standar pembatasan yang ditentukan dalam Pasal 19 ayat (3) ICCPR. Termasuk, pertimbangan dari Komentar Umum Komite Hak Asasi Manusia No.34. Ketujuh, Permenkominfo 5/2020 memungkinkan memaksa semua PSE dari beragam platform media sosial, penyediaan berbasis daring agar tunduk dan menerima yuridiksi domestik atau lokal. Mulai konten dan penggunaan konten dalam praktik keseharian.

Bagi Safenet, kata Damar, arah kebijakan dan aturan melalui Permenkominfo 5/2020 justru menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang mewajibkan pendaftaran PSE privat dan menundukkan diri pada sistem hukum domestik/nasional. Kerangka hukum kewajiban yang demikian justru melemahkan posisi perlindungan segala platform media sosial, aplikasi, dan pula penyedia layanan online lainnya. Terutama untuk menerima yurisdiksi domestik/nasional atas konten dan kebijakan dan praktik data pengguna.

“Kerangka hukum demikian menjadi instrumen represif yang akan bertentangan atau bahkan melanggar hak asasi manusia,” katanya.

Mengatur 3 hal

Terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan mengatakan belakangan beredar materi muatan Permenkominfo 5/2020. Menurutnya, beleid tersebut fokus pada tiga hal. Pertama, kewajiban pendaftaran PSE Lingkup Privat. Kedua, moderasi konten dalam sistem elektronik. Ketiga, pemberian akses sistem elektronik dan/atau data elektronik untuk kepentingan pengawasan dan penegakan hukum pidana. 

Tags:

Berita Terkait