RUU TKI Harus Lepas Dari Transaksi Politik
Berita

RUU TKI Harus Lepas Dari Transaksi Politik

Agar materinya lebih memaksimalkan perlindungan ketimbang bisnis penempatan.

ADY
Bacaan 2 Menit

Atas dasar itu Fida menyebut JARI PPTKLN mendesak pemerintah dan DPR untuk menunda pembahasan dan melanjutkannya kembali setelah Pemilu 2014 berakhir. Jika RUU PPILN akhirnya tiba-tiba disahkan, JARI PPTKLN beserta organisasi masyarakat sipil lainnya siap mengajukan judicial review. “Kalau dipaksakan dibahas dan disahkan, kami bersama jaringan akan berkampanye ke masyarakat untuk tidak memilih kembali anggota dewan yang tergabung di Panja RUU PPILN,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Erna Murniaty, mengatakan setiap Pemilu, ada calon legislatif (caleg) yang berkampanye sampai ke negara penempatan pekerja migran. Dalam kampanye itu, sang caleg mengumbar janji politik kepada para pekerja migran. Tapi, ujungnya, janji itu cenderung tidak dipenuhi karena kondisi pekerja migran tidak berubah signifikan dan tetap berada dalam situasi rentan.

Bagi Erna, kampanye di negara penempatan itu kerap dilakukan karena jumlah pekerja migran Indonesia cukup besar bagi sang caleg untuk mendulang suara. Ia memperkirakan jumlah pekerja migran Indonesia mencapai 6 juta orang. “Faktanya ya tidak ada perlindungan untuk pekerja migran sebagaimana janji mereka saat kampanye,” urai mantan pekerja migran sektor domestik yang 10 tahun bekerja di Hongkong itu.

Sedangkan, pengamat politik dari Pol-Tracking Institute, Arya budi, mengatakan kesibukan anggota dewan menghadapi Pemilu 2014 sudah umum terjadi. Mengingat pola kaderisasi partai politik (parpol) yang ada sekarang mayoritas berpegangan pada patronisme, maka parpol menginstruksikan para anggotanya untuk fokus mengamankan Pemilu.

Menurut Arya, hal tersebut mempengaruhi kinerja anggota dewan dalam menjalankan tugasnya, terutama bidang legislasi. Sebab, RUU yang difokuskan anggota dewan pasti berkaitan dengan Pemilu, seperti RUU Pemlihan Presiden (Pilpres). “Jadi, RUU yang tidak relevan dengan pengamanan Pemilu menjadi agenda kesepuluh karena yang utama adalah mengamankan Pemilu, mengamankan patron mereka,” tukasnya.

Sementara Direktur Pemantauan, Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Kebijakan Hukum (PSHK) Ronald Rofiandri, mengatakan pembahasan RUU PPILN terlihat sangat lamban. Sebab, setelah lima kali dibahas, baru berkutat soal judul. Menurutnya, JARI PPTKLN dan koalisinya harus mempertanyakan sejauh mana keseriusan Panja PPILN menyelesaikan rancangan regulasi yang mengurusi pekerja migran itu.

“Karena waktu yang tersisa sangat sedikit, metode pembahasan RUU PPILN tidak bisa dilakukan lewat mekanisme biasa. Tapi harus digunakan terobosan agar anggota Pansus bisa fokus dan konsentrasi penuh bahas RUU PPILN,” usul Ronald.

Ronald mengusulkan agar koalisi mendesak Panja RUU PPILN untuk membuat terobosan dalam melakukan pembahasan. Sebab, jika mengikuti tata tertib pembahasan atau UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) maka waktu yang tersisa dinilai tidak cukup. Jika koalisi menginginkan pembahasan dilanjutkan pada periode anggota dewan mendatang, Ronald memperkirakan kondisinya bakal rumit karena tidak ada kewajiban bagi anggota dewan yang baru untuk melanjutkan RUU PPILN.

Tags: