RUU Perlindungan Tenaga Kerja Diharapkan Hapus Monopoli PJTKI
Utama

RUU Perlindungan Tenaga Kerja Diharapkan Hapus Monopoli PJTKI

RUU Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menjadi salah satu prioritas yang akan dibahas DPR pada masa sidang ketiga ini. Monopoli Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia diharapkan mampu dihapus

CR-1/Mys
Bacaan 2 Menit

 

Wahyu menambahkan, walaupun PJTKI memiliki Asosiasi Penyediaan Jasa Tenaga Kerja Luar Negeri (APJATI), tetapi lembaga tersebut dinilai tidak peduli dalam menangani masalah hak TKI atau menindak pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya. "APJATI tidak mempunyai code of conduct," ujar Wahyu.

 

Hal yang sama juga dikatakan Salma Savitri, Koordinator Solidaritas Perempuan. "Selama ini pengalaman kami (Solidaritas Perempuan), APJATI tidak memberikan sanksi yang tegas kepada anggotanya.

 

Impunitas

Sejauh ini memang tindakan hukum bagi PJTKI belum menyentuh unsur pidana. Kepala Biro Humas Depnakertrans Adirman menjelaskan, bahwa selama ini memang sudah banyak perusahaan PJTKI yang diskors ataupun dicabut Surat Izin Usahanya. Namun, menurut Wahyu dan Salma, tanpa adanya sanksi pidana terhadap perusahaan PJTKI yang nakal, langkah yang diambil Depnakertrans akan percuma. Wahyu bahkan menyebut ketiadaan sanksi pidana terhadap perusahaan PJTKI sebagai impunitas karena kejahatan ini tidak pernah diadili.

 

Dalam menganggapi masalah tanggung jawab perusahaan PJKTI, Salma menambahkan perlu mencermati masalah dari sisi lain. Pasalnya, perusahaan PJTKI tetap mencari laba dan berbasis bisnis. "Jadi tidak bisa dicampuradukan antara bisnis dan tanggung jawab" ujar Salma

 

Salma berpendapat, perlu badan atau lembaga tertentu dari pemerintah yang bertanggung jawab atas TKI bukan perusahaan PJTKI saja. Salma memberi contoh di Filipina, dimana tanggung jawab perlindungan bukan di agency tetapi langsung oleh POEA,  sebuah organisasi  yang kedudukannya di bawah Presiden dan ada di kedutaan-kedutaan dimana warga negara negara Filipina bekerja.

 

Pengusutan kasus-kasus TKI di luar negeri

Mengenai adanya kesenjangan proses peradilan, dimana bila TKI melakukan kesalahan, prosesnya  cepat, sementara bila TKI yang menjadi korban kejahatan yang terjadi sebaliknya, menurut Wahyu, disebabkan karena respon perwakilan Indonesia di luar negeri memang lambat. Umumnya, kata Wahyu, negara dimana tempat TKI bekerja memerlukan persyaratan administratif dan prosedur yang lengkap. "Hal-hal seperti ini seharusnya dipenuhi oleh KBRI," ujarnya.

 

Salma menambahkan, "Selama ini political will dari pemerintah memang kurang," ujarnya. Salma berpendapat bahwa pemerintah selama ini cenderung menyalahkan pihak TKI apabila si "pengumpul devisa" itu melakukan kesalahan di tempat kerjanya.  Salma menganggap sikap pemerintah ini sebagai tindakan yang tidak proaktif. Ia menambahkan, alokasi anggaran untuk kepentingan buruh migran masih kurang.

Tags: