Memantik Api Tembakau dalam RUU Kesehatan
Fokus

Memantik Api Tembakau dalam RUU Kesehatan

Ayat mengenai tembakau dalam Pasal 113 RUU Kesehatan hilang setelah drafnya disahkan Rapat Paripurna DPR. Ini bukan yang pertama terjadi. Kuat desakan untuk membawa pelakunya ke jalur hukum.

Mys/Fat/Sam
Bacaan 2 Menit

 

Hingga saat ini tidak jelas siapakah gerangan orang yang menghilangkan pasal tembakau tersebut. Awalnya, DPR dan Pemerintah saling tuding. Belakangan, Pemerintah memberikan bukti. Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa langsung menunjukkan bukti RUU yang dikirimkan DPR. Dari dokumen itu jelas terungkap bahwa ayat (2) sudah hilang sejak dari DPR. Hatta juga memastikan Setneg tidak mungkin kecolongan karena sistem di Setneg mengharuskan pemeriksaan pasal per pasal ayat per ayat. Gara-gara penghilangan ayat tembakau itu, Hatta tak menyerahkan RUU ke Presiden, melainkan mengembalikannya ke Senayan, ditembuskan ke Departemen Hukum dan HAM, serta Departemen Kesehatan.

 

Tabel

Pasal 113 RUU Kesehatan dan Perubahannya

 

Draf yang Disahkan Paripurna

Draf yang Dikirim ke Presiden

Keterangan

(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak menganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Sama

Tidak ada perubahan

(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

Dihilangkan

Ayat ini dhilangkan. Anehnya, penjelasan pasal ini tetap dipertahankan. Rapat paripurna DPR memuat tiga ayat untuk pasal 113. Naskah yang dikirim, ayat (2) dihilangkan.

(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.

Sama

Ayat ini menjadi ayat (2) versi draf yang dikirim ke Presiden/Setneg.

 

Kini, locus penghilangan itu sudah mengerucut ke Senayan. Mantan Sekjen DPR Faisal Djamal memastikan bahwa proses perapian suatu RUU yang sudah disahkan Rapat Paripurna ada di tangan Sekretariat Jenderal DPR. “Setelah RUU rapi, baru dikirimkan ke Setneg,” ujarnya.

 

Itu pula sebabnya, Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta meminta DPR bertanggung jawab. Dua hari sebelum diserahkan ke Setneg, Andi masih melihat ayat (2) pasal 113 RUU Kesehatan tercantum. Namun para petinggi DPR, termasuk ketua Pansus RUU Ribka Tjiptaning. Penghilangan itu disebut sebagai ketidaksengajaan alias kealpaan semata. DPR sudah menerima surat Setneg dan segera memasukkan kembali ayat tembakau yang hilang. Anggota Komisi IX DPR Hakim Sorimuda Pohan malah sempat mengirimkan surat kepada Ketua DPR dan Ribka Tjiptaning. Dalam surat tertanggal 29 September 2009 itu dokter Sorimuda meminta agar ayat yang hilang segera dikembalikan ke keadaan semua, yakni keadaan ketika RUU disahkan Rapat Paripurna DPR.

 

Selesai? Bisa jadi, bagi DPR dan Pemerintah, masalah ini akan dianggap selesai begitu ayat yang hilang kembali dimasukkan, dan drafnya dikirim ulang ke Setneg. Tetapi bagi pengamat hukum tata negara, Irmanputra Sidin, penghilangan ayat dari suatu undang-undang jangan dianggap remeh sama sekali. “Pemotongan ayat dalam Undang-Undang Kesehatan ini merupakan pengkhianatan terhadap rakyat,” ujar mantan tenaga ahli hakim konstitusi itu.

 

Irman tegas-tegas meminta agar pelakunya dicari. “Pemerintah harus mencari pelakunya. Jangan mereduksi kasus ini hanya kesalahan pencatatan,” ujar Irman. “Pelakunya bisa dijerat dengan tuduhan pemalsuan dokumen,” sambung Joni.

 

Pandangan Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh Mahfud MD, lebih tegas lagi. Hilangnya ayat tembakau harus diusut, termasuk kemungkinan tindak pidananya. Kalau pelaku menghilangkan ayat tembakau dengan sengaja ada pidananya. “Demikian pula kalau itu kelalaian,” ujarnya.

Tags: