RKUHAP Perlu Akomodir LPSK dalam Criminal Justice System
Terbaru

RKUHAP Perlu Akomodir LPSK dalam Criminal Justice System

Untuk memperkuat peran LPSK memberikan perlindungan saksi korban, ahli dan pelapor. Selama ini LPSK hanya dapat masuk dalam tindak pidana terorisme.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Mantan Koordinator Program Penguatan Hukum untuk Komunitas di Perkumpulan HuMa itu melanjutkan dalam proses pemulihan korban bakal banyak pihak yang terlibat. Karenanya, soal peran LPSK sebagai payung dalam perlindungan saksi korban masuk sistem peradilan pidana mesti dijelaskan ke semua pihak. Dengan demikian pelaksanaan perlindungan saksi dan korban dapat dengan mudah.

Selanjutnya, soal pemulihan korban tindak pidana. Menurutnya, pemulihan tersebut diatur dalam UU No.31 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Masalahnya dalam pemberian fasilitas medis, LSPK menjadi persoalan. Antara lain dengan adanya Peraturan Presiden No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Khususnya Pasal 52 ayat (1) huruf r yang menyebutkan, “Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi:...pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;”.

“Ini menjadi masalah. Misalnya korban penganiayaan ringan itu butuh pengobatan, tapi di UU kami tidak ada. Kemuduian ada kekerasan seksual, itu banyak sekali. BPJS tidak mungkin membiayai, sementara LPSK dengan segala keterbatasan anggaran harus membiayai ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengamini pandangan Susilaningtias. Idealnya mekanisme perlindungan saksi dan korban dapat disebut dalam KUHAP. Tapi perlu diperjelas terlebih dahulu RKUHAP bakal mengatur detil atau sebaliknya. Menurutnya, bila mengikuti pola KUHP Nasional, pembentuk UU tetap mempertahankan ketentuan hukum acara yang terkait dan berkembang di UU sektoral (UU khusus). “Pertanyaannya, kalau di UU LPSK tidak dibaca, ini tantangan kita,” ujarnya.

Menurutnya, pengaturan detil terhadap LPSK atau perlindungan saksi dan korban dalam RKUHAP menjadi ideal. Tapi, kata Arsul, bila terlampau detil, maka pembentuk UU mesti membenahi pokok-pokok pada KUHAP. Seperti halnya membahas soal status tersangka seseorang, sampai meninggal pun masih melekat. Padahal semestinya tunduk pada kadaluarsa umum. Karenanya agar tidak menjadi ‘mainan’ soal penghentian penyidikan di penegak hukum mesti diatur.

Tags:

Berita Terkait