Ritual Gaib dan Delik Santet dalam Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia

Ritual Gaib dan Delik Santet dalam Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia

Arahnya bukan pada bagaimana membuktikan santet, tetapi lebih pada pencegahan. Yang disasar adalah orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib untuk menyantet orang.
Ritual Gaib dan Delik Santet dalam Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia

Warga Desa Congkrang, Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, gempar setelah terungkap kematian seorang bocah 7 tahun, medio Mei lalu. Mayat ditemukan dalam keadaan kering, tinggal kulit dan tulang. Polisi memperkirakan bocah malang itu sudah meninggal dunia empat bulan sebelum diketahui publik. Terungkap pula, anak yang masih duduk sekolah dasar itu menjadi korban ritual perdukunan orang tuanya. Polisi telah menetapkan 4 orang tersangka dalam kasus ini, termasuk orang tua sang anak. Sejauh ini, polisi menyebutkan perbuatan para tersangka memenuhi unsur-unsur pidana dalam UU Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, atau Pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan. 

Faktanya, banyak kasus pembunuhan yang terjadi di Indonesia dilatarbelakangi informasi dan tuduhan mengenai ilmu santet yang dimiliki oleh korban, atau pembunuhan yang dilakukan untuk memenuhi syarat ilmu sihir atau ilmu kebal. Masih ingat kekejian dukun AS yang membunuh 42 perempuan selama periode 1986-1994 di Deli Serdang Sumatera Utara demi ilmu sakti mandraguna? Satu hal yang pasti, di satu sisi, sebagian orang masih percaya adanya santet dan sihir, yang dapat diperoleh dengan melakukan ritual tertentu. Di sisi lain, seseorang yang dipercaya memiliki ilmu santet perlu ‘dilenyapkan’ karena dapat membawa penyakit atau petaka. Keyakinan inilah yang akhirnya membawa orang melakukan pembunuhan. 

Orang bisa gelap mata ketika meyakini orang lain punya ilmu santet, apalagi kalau percaya sakit yang diderita anggota keluarganya disebabkan santet orang lain. Keyakinan semacam itulah yang akhirnya mengantarkan H dan MP, ayah dan anak, harus meringkuk puluhan tahun di dalam penjara. Seorang dukun mengatakan sakit yang diderita H dan MP berasal dari santet yang dikirim seseorang bernama M. Tanpa pikir panjang, ayah anak itu membuntuti M dan melakukan pembunuhan terhadap korban (putusan MA No. 54 PK/Pid/2017). 

Dalam kasus lain, dendam muncul setelah ayah menceritakan kepada anaknya bahwa seseorang adalah dukun santet yang mengirimkan penyakit kepada anggota keluarganya. Orang yang dituduh santet kemudian dibunuh (putusan MA No. 97 PK/Pid/2016 tanggal 14 Desember 2016). Bahkan ada kasus gara-gara menabur pasir di depan rumah orang lain, seorang warga dituduh sedang memasang santet dan akhirnya dibunuh (putusan MA No. 137 PK/Pid/2011 tanggal 14 Januari 2012). Meskipun para pelaku terdorong melakukan perbuatan pidana karena santet, mereka tidak dituntut membuktikan kebenaran santet tersebut. Aparat penegak hukum menjerat mereka dengan pasal pembunuhan dalam KUHP. 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional