Risiko Hukum dalam Prahara Pilkada Jika Putusan MK Diabaikan
Terbaru

Risiko Hukum dalam Prahara Pilkada Jika Putusan MK Diabaikan

Harusnya, patuh terhadap putusan MK merupakan ilustrasi yang baik bagi Presiden Joko Widodo menuntaskan periode kedua, dan awal bagus bagi presiden selanjutnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Di tempat yang sama, dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH-UGM), Zainal Arifin Mochtar berpandangan, seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menindaklanjuti putusan MK dengan membuat aturan berupa Peraturan KPU (PKPU) terbaru terkait dengan pelaksanaan Pilkada 2024. Namun sayangnya menurut Zainal, KPU Malah turut abai terhadap dua putusan MK tersebut.

“KPU kalau mau bikin Peraturan KPU sekarang bisa. PKPU (sebelumnya, red) harus diubah sekarang. Putusan MK itu mengikat buat semuanya dan dia tidak perlu ditegakkan dan bisa menegakan dirinya sendiri. Nggak perlu ubah UU," tegas Zainal.

Lebih lanjut pria biasa disapa Uceng itu berpandangan, terdapat kekeliruan pengujian batasan usia di Mahkamah Agung (MA). Makanya MA menerbitkan putusan yang akhirnya dipilih Baleg, pemerintah dan DPD untuk dijadikan landasan merumuskan salah satu materi dalam draf RUU Pilkada. Padahal, putusan MK yang notabene hasil dari pengujian UU terhadap UUD 1945 jauh lebih tinggi dibanding dengan putusan MK yang menguji peraturan terhadap UU.

“Putusan MA itu ngaco karena (batasan usia) yang diukur dari pelantikan bisa-bisa tidak ada kepastian. Padahal, ini berkaitan penetapan calon,” katanya.

Sehubungan dengan unjuk rasa yang terjadi, dia berharap kesadaran publik terhadap situasi politik meningkat. Terlepas putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang membuat publik geram, namun MK belakangan mencoba membuat lompatan dengan putusan yang progresif. Karenanya publik mesti menghormati MK yang telah ‘sadar’ dari keterpurukannya.

“Kita harus menghormati MK yang mau siuman. Putusan MK kemarin mencoba ada di jalurnya dan itu harus didukung,” katanya.

Sebelumnya, ribuan massa merangsek di depan Gedung DPR agar membatalkan pengambilan keputusan persetujuan atas RUU Pilkada menjadi UU. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad beralibi menunda pengambilan keputusan persetujuan RUU Pilkada menjadi UU dikarenakan tidak kuorumnya anggota dewan dalam rapat paripurna. Mengacu Pasal 281 ayat (3) Peraturan DPR No.1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib mengatur penundaan pembukaan rapat sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 menit.

Tags:

Berita Terkait