Risiko Hukum dalam Prahara Pilkada Jika Putusan MK Diabaikan
Terbaru

Risiko Hukum dalam Prahara Pilkada Jika Putusan MK Diabaikan

Harusnya, patuh terhadap putusan MK merupakan ilustrasi yang baik bagi Presiden Joko Widodo menuntaskan periode kedua, dan awal bagus bagi presiden selanjutnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
 Kiri-kanan: Prof Denny Indrayana, Zainal Arifin Mochtar, Rocky Gerung, dan Titi Anggraini dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: MJR
Kiri-kanan: Prof Denny Indrayana, Zainal Arifin Mochtar, Rocky Gerung, dan Titi Anggraini dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: MJR

Unjuk rasa massa yang merangsek Gedung DPR terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU meluas ke berbagai daerah. Demonstran mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan RUU Pilkada yang sudah masuk tahap pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengkhawatirkan terjadinya kekacauan di masyarakat jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/ diabaikan DPR dan pemerintah. 

Menurutnya, partai politik yang berhak mengusung pasangan calon namun haknya diamputasi karena perubahan UU yang mengangkangi putusan MK berpotensi besar hasil pilkada bakal dibatalkan. Sebaliknya, pihak yang menggugat ke MK bakal diakui legal standingnya. Ujungnya menurut Titi, MK bakal memerintahkan pemungutan suara ulang.

“Ini akan didukung masyarakat,” ujar Titi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Baca juga:

Langkah DPR yang beralibi menindaklanjuti dua putusan MK, padahal bersiasat mengabaikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Dia menilai bila tindakan tersebut dibiarkan, maka tiap putusan MK tak lagi dapat dijadikan pedoman yang memiliki kekuatan hukum. Padahal putusan bersifat final dan mengikat diatur tegas dalam Pasal 10 ayat (1) UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No.7 Tahun 2020.

Apalagi MK merupakan lembaga negara penjaga konstitusi alias the guardian of constitution. Karenanya, tiap putusan MK mesti berlaku final dan mengikat serta harus dipatuhi seluruh warga negara. Atas dasar itulah DPR sebagai pembentuk UU bersama pemerintah mesti konsisten, tunduk dan patuh terhadap putusan MK

“Patuh terhadap MK merupakan ilustrasi yang baik bagi Presiden Joko Widodo menuntaskan periode kedua. Dan, awal yang juga bagus bagi presiden selanjutnya,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait