Revisi UU Pokok Agraria untuk Hindari Kutukan
Berita

Revisi UU Pokok Agraria untuk Hindari Kutukan

Studi banding jangan ke luar negeri, tetapi ke masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia.

Ali
Bacaan 2 Menit
Lahan pertanian sebagai salah satu objek redistribusi tanah dalam reforma agraria. Foto: SGP
Lahan pertanian sebagai salah satu objek redistribusi tanah dalam reforma agraria. Foto: SGP

Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada (UGM) Maria Sumardjono meminta agar DPR meluruskan makna ‘agraria’ dalam UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Isi undang-undang ini seakan mengartikan agraria sebagai tanah saja, karena mayoritas pasalnya hanya berbicara tanah. Padahal, makna agraria yang sebenarnya juga mencakup air dan bahkan ruang angkasa.


Anggota Komisi II dari PDIP Budiman Sudjatmiko setuju dengan pendapat pakar bahwa makna agraria bukan sekedar tanah, tetapi juga air dan ruang angkasa. Atau bila diperluas dapat diartikan sebagai Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di bumi Indonesia. Ia menilai pentingnya upaya merevisi UU Pokok Agraria ini, karena persoalan agraria sangat berkaiatan dengan hajat hidup orang banyak.


Bahkan, lanjut Budiman, konflik-konflik horizontal antar agama, ras dan suku itu hanya selubung dari konflik penguasaan konflik sumber daya alam yang ada. "Saya tak percaya konflik-konflik horizontal itu berdiri sendiri. Ini semua kan terjadi di wilayah-wilayah yang memiliki SDA yang melimpah. Misalnya, di Poso atau Kalimantan," ujarnya di ruang rapat Komisi II, Rabu (12/10).


Budiman mencontohkan konflik yang terjadi di Afrika. Ia menyebut istilah
Natural Resources Curse atau kutukan sumber daya alam. "Mereka yang hidup di SDA yang sangat bagus, seakan dikutuk untuk selalu berkonflik," ujar mantan Aktivis Gerakan Kiri ini.


Karenanya, revisi UU Pokok Agraria ini sangat diperlukan untuk menghindari itu. Dengan adanya UU Pokok Agraria yang komprehensif diharapkan konflik-konflik penguasaan SDA itu dapat dihilangkan, atau minimal dapat diminimalisir. "U
ndang-undang ini harus bisa diperkuat agar bisa menjawab persoalan-persoalan konflik itu," tuturnya.


Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (Sekjen KPA) Idham Arsyad mengatakan sebelum melakukan revisi sebaiknya DPR mengaji ulang dan menginventarisasi struktur-struktur kepemilikan yang timpang. Dari situ, maka akan bisa diketahui apa yang bisa dilakukan oleh DPR, apakah perlu merevisi UU Pokok Agraria itu atau sekedar menyelesaikan konflik agraria yang ada.

 

“Ini harus dikaji secara mendalam, jangan sampai revisi undang-undang ini justru dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan liberal,” ujar Idham.

Halaman Selanjutnya:
Tags: