Revisi UU Persaingan Usaha Dinilai akan Mematikan Pebisnis
Utama

Revisi UU Persaingan Usaha Dinilai akan Mematikan Pebisnis

Pelaku usaha dan praktisi hukum persaingan usaha perlu dilibatkan dalam menyusun revisi UU Persaingan Usaha/UU Antimonopoli.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: Resmi Inisiatif DPR, Ini 7 Substansi RUU Larangan Praktek Monopoli).

 

Hal lain lagi yang potensial berdampak signifikan bagi pelaku usaha dalam draft revisi UU Persaingan Usaha adalah kewajiban pembayaran denda minimal 10% dari nilai denda yang dijatuhkan apabila akan mengajukan upaya hukum terhadap Putusan KPPU. “Katanya meniru model pajak, kalau mengajukan upaya hukum keberatan, bayar dulu 10%. Padahal ini denda yang berawal dari tuduhan pelanggaran. Ada prinsip praduga tak bersalah,” tegasnya.

 

Aspek lain yang perlu diperhatikan menurut Asep adalah beberapa putusan kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang senada menyebutkan KPPU bukanlah lembaga peradilan maupun quasi peradilan. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 03 K/KPPU/2002 tanggal 2 Januari 2003 untuk perkara Indomobil tertera penilaian Majelis Hakim Mahkamah Agung. Mahkamah Agung membatalkan putusan KPPU salah satunya karena menggunakan irah-irah (kepala putusan) “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

 

“Bahwa Putusan KPPU No. 03/KPPU-I/2002 tanggal 30 Mei 2002 yang disengketakan tersebut menggunakan irah-irah (kepala putusan) “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, sedangkan sesuai dengan Pasal 30 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 KPPU bukan badan peradilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 dan juga tidak memperoleh kewenangan secara khusus dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan lainnya untuk memuat irah-irah tersebut”.

 

Sedangkan dalam bagian pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XIV/2016 tanggal 20 September 2017 ditegaskan pula posisi KPPU dalam ketatanegaraan. KPPU adalah lembaga independen yang terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada Presiden. “Kembalikan saja posisinya sebagai lembaga administratif. Meskipun independen,” pinta Asep.

 

KPPU adalah lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada Presiden [vide Pasal 30 UU 5/1999], dengan kata lain KPPU merupakan lembaga negara bantu (state auxilliary organ). Secara sederhana KPPU adalah lembaga negara yang bersifat state auxilliary organ yang dibentuk di luar konstitusi dan merupakan lembaga yang membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok. KPPU memiliki kewajiban membuat pertanggungjawaban kepada Presiden. Pemberian pertanggungjawaban kepada Presiden juga menggambarkan bahwa fungsi KPPU sebagai lembaga negara bantu merupakan bagian dari lembaga negara utama di ranah eksekutif.

 

Menurut Asep, sebagai lembaga administratif, upaya hukum terhadap Putusan KPPU seharusnya diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan ke Pengadilan Negeri. Sebab, UU Persaingan Usaha merupakan hukum publik, bukan hukum perdata (private). Hubungan hukum antara KPPU dengan pelaku usaha pun jelas adalah hubungan publik, bukan perdata. Terlihat dari kedudukan KPPU dengan pelaku usaha yang tidak seimbang/tidak setara.

 

(Baca juga: ICLA dan Akademisi Tolak Putusan MK Masuk Revisi UU Antimonopoli, Mengapa?)

 

Pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk menguji keputusan lembaga administratif menurut Asep adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Di PTUN terdapat ruang gerak yang lebih rasional untuk menguji Putusan KPPU. Apalagi sistem Pembuktian Persaingan Usaha bersifat materiil,  bukan pembuktian bersifat formil seperti perkara perdata.

Tags:

Berita Terkait